Kamis, 23 Juni 2016

Tugas 4 "Seni"



“SENI”

PENDAHULUAN

Seni dan kerajinan tangan sama-sama merupakan suatu karya yang dihasilkan oleh manusia yang dapat dinikmati oleh panca indera. Yang membedakan seni dan kerajianan tangan adalah kerajinan tangan lebih condong kepada suatu hasil karya yang menghasilkan manfaat atau bermanfaat, sedangkan seni lebih condong kepada penciptaan sebuah keindahan. Sesuatu yang menciptakan sebuah keindahan akan disebut dengan seni.
Suatu hal dikatakan indah secara alami kalau hal tersebut menampilkan gagasan atau ide yang dimilikinya secara cemerlang. Sedangakan sesuatu dikatakan indah secara artistik bukan hanya pengulangan atau tindasan dari hal-hal yang terdapat dalam alam. Sebaliknya, tugas seni adalah membiarkan ide-ide tampil dengan kedalaman dan kekuatan yang sama sekali baru dan merefleksikan rahasia-rahasia terdalam dari realitas dalam karya-karya kreatif seni. Karena alasan inilah, maksud dan tujuan seni adalah menyajikan dan menggambarkan gagasan-gagasan, bukan menghasilkan benda-benda atau barang-barang semata.
Seniman adalah seorang pengamat yang meresapi rahasia-rahasia terdalam dari setiap eksisten, bahakan ada orang yang memperluas “rahasia” itu dengan “gagasan-gagasan kreatif Tuhan”. Dan seniman adalah “seorang pembuat” yang mampu mengungkapkan visinya dalam sebuah karya yang akan dibuatnya. Seorang seniman tampil diantara masyarakat di lingkungannya sebagai seseoranga yang menghargai dan mengagungkan eksistensi sebuah keindahan.
Seni yang berfungsi pokok untuk menghasilkan pengalaman estetis tentang suatu keindahan tanpa memperhatikan apa manfaat atau kegunaan ekonomis atau praktis yang mungkin dihasilkannya. Yang umum berbeda dengan seni murni dapat disebut seni mekanis atau seni bermanfaat. Yang terakhir ini mengacu pada produk-produk yang mempunyai kegunaan praktis tertentu (seperti kursi, mobil, rumah, payung, dan lain-lain) yang dapat dibuat dengan tetap memperhatikan sifat-sifat estetis namun tertutama ditujukan demi fungsi yang tidak estetis.
“Seni untuk seni” adalah sebuah prinsip estetis yang menyatakan bahwa seni memiliki tujuan pada dirinya sendiri dan sifat mutlak. Prinsip ini bertumpu pada pemisahan seni dari kehidupan masyarakat. Prinsip ini tersebar dalam abad ke-19 dan abad ke-20. Tujuan seni adalah mencari kepenuhan kepuasan estetis murni. Prinsip ini ingin menentang realisme, yang dianut oleh kaum estetikawan pada saat itu. Prinsip ini menolaj makna kognitif, ideologis dan edukatif dari seni, juga tidak mau bergantung pada tuntutan-tuntutan praktis dari suatu zaman. Semua ini menimbulkan kesan dan klaim bahwa seniman “bebas” dari masyarakat dan tidak memikul tanggung jawab terhadap bangsa.

PEMBAHASAN

Seni sudah ada sejak zaman Nabi Adam AS, dulu seni lebih kepada agama dan kepercayaan. Terutama seni di dalam Al-Qur’an, Al-Qur’an memiliki nilai seni yang sangat tinggi. Dari bahasa yang digunakan mengandung arti yang mendalam dan tidak ada orang yang bisa membuat satu ayatpun dalam Al-Qur’an, hanya Allahlah yang bisa membuat ayat-ayat dalam Al-Qur’an itu indah.
Selanjutnya zaman prasejarah, pada zaman Babilonia, Mesir kuno, dan Yunani konsep seni juga sudah ada. Dari zaman Babilonia yang mengenal sistem angka dan notasi angka dengan bilangan berbasis 60 yaitu sistem seksadesimal. Sistem notasi ini mampu menampilkan bilangan pecahan dan terbukti menjadi dasar perkembanan bilangan matematika dengan order yang lebih tinggi. Selain sistem simbol, pada zaman Babilonia juga berkembang tentang konsep teorema Pythagoras. Walaupun secara konsep teorema pythagoras sudah ada pada zaman Babilonia, akan tetapi yang terkenal dengan teorema pythagoras ada seorang filsuf yunani yang bernama Pythagoras. Kata “pythagoras” dalam teorema pythagoras karena mengambil nama dari filsuf yang bernama Pythagoras. Kenapa Pythagoras lebih dikenal daripada suku Babilonia? Hal ini dikarenaka Pythagoras yang membuat teorema pythagoras ini lebih terstruktur rapi dan mudah dimengerti oleh khalayak banyak karena sudah dibukukan. Sistem angka, notasi angka, dan teorema pythagoras inilah yang menjadi seni dalam matematika, seni dalam berhitung.
Berbeda dengan zaman Babilonia yang menotasikan angka dengan bilangan berbasis 60, sistem bilangan zaman Mesir Kuno memiliki basis 10 yaitu sistem hieroglyphs.  Selain itu, sistem bilangan yang digunakan disusun oleh bilangan hieratik. Bilangan hieratik tidak membentuk suatu sistem posisional sehingga nilai angka-angka tertentu dapat dituliskan dalam banyak susunan. Dengan sistem nilai angka ini dapat dibentuk dari sedikit simbol, lebih praktis dibandingkan sistem bilangan yang digunakan pada zaman Babilonia. Selain itu, pada zama Mesir Kuno juga terdapat Kalender Mesir Kuno. Kalender ini awalnya digunakan untuk mengetahui kapan sungai Nil akan banjir. Namun karena kebermanfaatannya, kalender ini juga digunakan untuk kalender sipil dengan perubahan menjadi basis kalender Julian dan Gregorian. Kalender ini merupakan sebuah karya nyata seni dari zaman Mesir Kuno. Dari kedua zaman ini terlihat bahwa nilai seni seseorang berbeda-beda dan akan terus berkembang tidak terbatas ruang dan waktu.
Dari zaman pra sejarah kita beranjak ke zaman klasik, pada zaman ini terdapat beberapa tokoh seperti Sokrates, Plato, dan Aristoteles. Karya-karya Sokrates sangat banyak seperti kebenaran, teknik, ilmu pengetahuan, negara, keadaan asal, dan dewa. Akan tetapi karya-karya dari Sokrates ini tidak dibukukan, ajarannya hanya disampaikan secara lisan kepada murid-muridnya dan orang-orang yang ada disekitarnya. Sokrates merupakan salah satu yang mengembangkan daya imajinasinya untuk memikirkan sesuatu. Dia berhasil menggabungkan imaji-imaji untuk membentuk imajinasi yang kreatif. Karyanya tentang kebenaran selalu dipegang teguh olehnya, sampai hayatnya. Dia meninggal ketika dia sedang dipenjara, walaupun ada muridnya yang ingin membebaskannya dari penjara tapi Sokrates jelas-jelas menolaknya. Karena menurutnya, kebenaran hukum itu tidak akan pernah salah, yang salah bukan hukumnya melainkan orang yang terlibat dalam hukum tersebut.
Pemahaman seni yang dipaparkan Plato merupakan aliran pemahaman yang sama dengan filsafat seni rupa timur. Filsafat seni timur berkembang di Mesir, India, Yunani, Yunani mengalami perkembangan yang baik dalam filsafat seni dengan banyak menyerap filsafat dari wilayah timur seperti Filsafat seni dari Mesir (Mesir Kuno, Hermes). Filsafat seni menurut Plato merupakan Nimesis (Peniruan), bahwa karya seni itu tidak ada yang baru, semua yang sudah tercipta sebelumnya sudah ada dahulu. Seniman merupakan peniru bentuk yang sudah ada. Plato mengajarkan tentang Idea, bahwa filsafat berkesenian terdiri dari dua dunia, yaitu: dunia atas (idea), dan dunia bawah (dunia nyata). Segala yang ada di dunia nyata itu bukanlah sesuatu yang baru, semuanya telah ada dan tercipta dalam dunia atas atau idea. Seni merupakan kegiatan atau objek perbuatan yang dikendalikan oleh gerakan dari suatu teori ke praktik, dan kontras dengan gerakan ke atas menuju teori. Tetapi dalam Republic buku X, seni (fine arts) dianggap sebagai “tiruan atas tiruan”.
Contohnya adalah: “mengapa ada kursi”. Ini merupakan tali penyambung antara idea dengan dunia nyata dan kursi tercipta bukan sesuatu yang baru karena telah lebih dulu tercipta dalam ide seseorang. Lalu apa yang tercipta dalam ide kursi ? Yang tercipta dalam ide kursi adalah “capek berdiri, maka membuat alat bantu untuk menghilangkan kecapekan tersebut”.
Idea itu bersifat rohani, tak terlihat, hanya bisa dirasakan tanpa rabaan. Berbeda dengan dunia bawah yang lebih bersifat duniawi, bentuknya ada bisa dirasakan dengan indra-indra yang ada pada tubuh.
Yunani kuno mempelajari filsafat seni dalam suatu kerangka kosmosentris (makrokosmos dan mikrokosmos). Yang menjadi pusat acuannya adalah alam sebagai makrokosmos dan manusia sebagai mikrokosmos. Ini juga sesuai dengan ajaran Hermes (Mesir kuno).
Seiring berkembangan zaman, nilai seni seseorang tentang segala sesuatu juga pasti akan berubah. Beranjak dari zaman prasejarah menuju zaman pertengahan. Zaman pertengahan ini terdapat hubungan erat antara agama kristen dengan filsafat. Ajaran tentang dunia menurut Aurelius Augustinys berhubungan dengan ajarannya mengenai ide-ide sebagi citra awal segala sesuatu. Seni berasal dari Allah dan di dalamnya ada roh atau budi. Dengan kata lain, dunia diciptakan dengan rancangan atau ide-ide dalam budi Allah. Augustinus tentang seni dunia adalah materi, waktu, dan bentuk yang merupakan ide-ide abadi. Dan dalam imajinasinya itu dia mengatakan bahwa terdapat materi yang tidak mempunyai bentuk tertentuk yang kemudian disebutnya rationes seminales, yaitu suatu materi yang mengandung prinsip aktif dari semua makhluk hidup berasal dan berkembang. Contohnya, seekor burung sudah ada di dalam telur. Abad pertengahan  lebih berpusat pada Tuhan sebagai objek seni. Segala kegiatan berkesenian harus ditujukan pada Tuhan. Karena itu refleksi tersebut lebih bersifat teosentris.
Masa modern bermula dengan munculnya Renaissance yang dimana dalam berkesenian tidak lagi berpusat pada Tuhan atau teosentri, tapi lebih pada antropos yaitu manusia. Manusia menjadi titik tolak dan pergerakan filsafat dan seni. Untuk memahami ajaran Plato mengenai dua dunia, haruslah memahami realitas. Realitas yang dimaksud bukanlah indrawi  karena realitas indrawi merupakan perwujudan dari dunia idea yang bersifat kekal dan tak berubah.
Dunia realitas adalah merupkan tiruan dari dunia atas atau idea.
Dunia atas adalah roh, sejati, pengetahuan sejati, dan kebenaran absolute. Sedangkan dunia bawah adalah relative, sehari-hari, fana, relative, pendapat (doxa). Dinyatakan bahwa yang indah dan merupakan sumber keindahan adalah kesederhanaan. Keindahan sesungguhnya hanya ada di dunia Idea.
Hubungan antara dunia atas dan bawah memiliki timbale balik, seperti penguraiannya dibawah ini:
Paradigma : dunia atas menjadi contoh bagi dunia bawah.
Hadir pada : dunia atas selalu hadir pada dunia bawah.
Partisipasi : dunia bawah mengambil bagian di dunia atas.
Pandangan seni oleh Aristoteles berbeda dengan pandangan Plato gurunya. Plato memandang seni tidak dapat dianggap sebagai sumber ilmu pengetahuan karena didalam seni terdapat emosi, emosi tersebut dapat berdampak negative bagi yang menikmati seni tersebut (seni drama). Pandangan yang kontradiktif dengan Aristoteles yang menganggap seni itu merupakan ilmu pengetahuan.
Menurut Aristoteles, Plato dengan dunia ideanya merupakan kesalahan interpretasi terhadap kenyataan bahwa manusi dapat membentuk konsep universal tentang hal-hal yang empiris. Dalam artian, Aristoteles lebih bertolak dengan realitas indrawi. Dapat dilihat bahwa Aristoteles mementingkan penelitian di alam.
Dalam ajaran metafisiska Aristoteles berkata bahwa hakekat suatu benda, berada pada benda itu sendiri bukan seperti ajaran Plato mengenai dunia ideanya yang bastrak.
Aristoteles menciptkan pemahaman sebagai berikut:
1.      Penyebab formal (causa formalis) : ini adalah bentuk yang menyusun bahan seperti kayu menjadi sebuah kursi.
2.      Penyebab final ( causa finalis) : ini adalah tujuan yang menjadi arah seluruh kejadian. Misalnya kursi dibuat agar manusia dapat duduk / istirahat diatas kursi tersebut.
3.      Penyebab efisien (causa efficiens) : ini adalah motor yang menjalankan kejadian dalam artian tentang kursi adalah tukang yang membuat kursi dari sebuah kayu.
4.      Penyebab material (causa materialis) : ini adalah bahan dari mana benda tersebut dibuat.Misalnya bahan pembuat kursi adalah kayu, paku dan lain-lain. Penyebab material adalah factor yang menimbulkan adanya ketidakmantapan dalam suatu benda.
Sumber Estetika adalah sebagai berikut:
1.      Tuhan menciptakan keindahan (Plato).
2.      Seniman menemukan keindahan (Aristoteles).
3.      Karya Seni memancarkan keindahan.
4.      Penikmat Seni merasakan keindahan.
Aquinas mengikuti kedua pendahulunya yaitu Plato dan Aristoteles mendefinisikan seni sebagai rasio yang benar dalam membuat barang-barang.
Dasar Pemikiran Susanne K Lenger
Menurut ia seni memiliki logikannya sendiri, yakni logika simbolis yang mampu menampilkan maslah-masalah etis secara khas. Estetika dapat menjadi jalan masuk ke bidang etika.Lenger menjauhakan filsafat dari proses ilmiah. Baginya filsafat merupakan sebuah proses untuk mendapatkan pengertian diluar pengalaman, bukan untuk mendapatkan pengalaman. Filasafat mengambil ide dari orang yang mengekspresikan fakta dan hukum, kepercayaan hipotesis, dan bertanya apakah itu salah atau benar.
Langer menyatakan bahwa tugas dari filsafat adalah untuk merefleksikan maksud dari kata yang kita maksud untuk mengaplikasikannya pada pernyataan yang kita jelaskan. Yang secara harafiah ini berarti bahwa fokus penyelidikan filsafat yang berupa kata-kata tersebut lebih baik dari pada benda, perbuatan dan kepercayaan.
Secara keseluruhan, filsafat berusaha untuk tidak menutupi atau menyingkapkan realitas. Filsafat membuat urutan, sebuah proses dalam membangun pengertian diluar pengalaman.
S. Langer membedakan antar tanda dan simbol.
1.      Tanda (sign)
    Dipakai untuk menyatakan suatu hal, peristiwa atau keadaan. Tanda merujuk pada obyeknya, artinya antara tanda dan obyeknya terjalin suatu hubungan. Dan biasanya tanda merangsang subyek, si pengangkap tanda untuk bertindak. Ada dua macam tanda, yakni tanda alamiah dan tanda buatan. Coantoh: asap (tanda alamiah) ; peluit (tanda buatan).
2.      Simbol
    Lebih merujuk pada konsep. Sifatnya tidak terlalu merangsang subyek untuk bertindak, namun membuat kita untuk memahaminya. Simbol merupakan wahana khas bagi konsepsi manusia tentang obyek. Simbol lebih merupakan suatu representasi mental dari subyek.Dua Macam Simbol
a.       Simbol Diskursif
Simbol yang rasional atau yang dapat dimengerti secara nalar. Hal ini terungkap jelas dalam bahasa. Juga dalam analisis pernyataan-pernyataan dalam logika. Simbol ini pengungkapannya secara bertahap dan dapat ditangkap oleh kemampuan akal budi.
b.      Simbol Representasional
Simbol ini penangkapannya tidak lewat intelek, tetapi spontan, dan intuitif langsung. Contoh dalam karya seni. Sebuah lukisan hanya dapat kita tangkap melalui arti keseluruhan, yaitu melalui hubungan antara-antara elemen-elemen simbol dalam struktur keseluruhan.
Clive Bell
Didalam estetika ada dua pendekatan untuk pemahaman karya seni. Yang pertama, yaitu langsung melihat tau meneliti keindahan dalam karya seni itu sendiri. Jadi, apabila seorang mengatakan suatu karya seni itu indah, artinya ia memang benar indah dari bendanya (karya seni) itu sendiri.
Yang kedua adalah melihat situasi rasa indah yang dialami oleh si subyek (pengalaman keindahan dari diri seseorang), sering dikenal dengan istilah pendekatan subyektif. Seorang seniman yang sudah bertahun-tahun menekuni seni lukis, ketika melihat sebuah lukisan akan merasakan dan mengatakan bagus. Berbeda dengan seorang montir mobil yang tidak mngerti apa-apa, ketika melihat lukisan yang sama mungkin reaksinya akan biasa-biasa saja. Karena si montir tidak memiliki pengalaman estetis seperti seniman tadi. Atau yang terjadi juga dapat sebaliknya, karena si seniman sudah terbiasa menekuni lukisan maka dia bila melihat lukisan yang sama mungkin reaksinya akan biasa-bias saja.
Dari penjelasan ini dapat disimpulkan bahwa karya seni mampu memberi pengalaman keindahan dari zaman ke zaman.
Kita sebagai subyek yang mengamati karya seni yang sebagai obyek yang diamati. Maka didalam diri kita akan muncul reaksi-reaksi yang berpusat pada rasa, yang kemudian terfokus dalam pengalaman-pengalaman.Jadi pengalaman estetis seseorang dengan yang lain tidaklah sama. Maka pengalaman seni adalah pengalaman yang sangat pribadi.
Beberapa Pandangan beberapa filsuf lain:
1.      Lessing berpandangan bahwa tiap seni yang juga mempunyai prinsip pengaturannya sendiri.
2.      Hegel membedakan seni menjadi tiga macam yang juga merupakan tahap-tahap dalam perkembangannya yaitu simbolik, klasik, dan romantik.
3.      Schopenhauer memandang musik sebagai seni yang tertinggi.
4.      Dewey memandang seni sebagai pengalaman dalam tahap konsumaternya.
Dari uraian penjelasan di atas, dapat disimpulkan beberapa pengertian dari seni, diantaranya seni merupakan:
1.      Kreasi manusia yang memiliki mutu atau nilai keindahan
2.      Keterampilan yang dicapai dalam pengalaman yang memungkinkan kemampuan untuk menyusun, menggunakan secara sistematis dan intensional sarana-sarana fisik agar memperoleh hasil yang diinginkan menurut prinsip-prinsip estetis, entah ditangkap secara intuitif maupun kognitif.
3.      Suatu bentuk kesadaran sosial dan kegiatan insani yang merefleksikan realitas dalam gambar-gambar artistik dan merupakan cara yang amat penting dalam menyelami dan memotret dunia.
4.      Pekerjaan, suatu pencaharian yang menjadi sumber ilham bagi kreasi artistik dan merupakan sumber dari proses awal membentuk rasa dan kebutuhan esensi manusia.
5.      Daya untuk melaksanakan tindakan-tindakan tertentu yang dibimbing oleh pengetahuan khusus dan istimewa dan dijalankan dengan keterampilan. Seni merupakan kemampuan istimewa untuk melakukan atau menghasilkan sesuatu menurut prinsip-prinsip estetis.
Pembahasan selanjutnya adalah mengenai imaji apabila dilihat dari segi filsafat maka akan diperoleh struktur seperti berikut ini.
Awam
Gambar
Ideologi
Identitas, kepercayaan
Budaya
Karya, Keindahan, Keselarasan
Ada
Karya
Mengada
Yang mungkin ada
Pengada
Sarana ritual keagamaan
Sekolah
Sumber ilmu
Guru
Perhitungan, pengelompokkan, pengetahuan
Siswa
Kreatif
Metode
Kontekstual, Saintifik
Ujian
Soal
Kurikulum
Kurikulum KTSP, kurikulum 2013
Formal
Angka dan bilangan
Epistemologi
Isi
Ontologi
Wadah dan isi
Estetika
Seni dan keindahan
Etika
Moral
Sosiologi
Budaya
Sosial
Bahasa
Politik
Negara
Psikologi
Imajinasi, kreatif, ilmiah, religius
Spiritual
Doa, kesucian, surga dan neraka, akhirat


DAFTAR PUSTAKA

Boyer, Carl B. (1991). A history of mathematics. NY, USA: John Wiley & Sons.
Burton. (2006). The history of mathematics: an intoduction, sixth edition. USA: The McGraw-Hill, Inc.
Haza’a, Salah Kaduri., Dyastriningrum Subandiati, dan Ibnu Ngatoilah. (2004). Sejarah matematika klasik dan modern. Yogyakarta: UAD Press.
Lechte, John. (2001). 50 filsuf kontemporer. (Terjemahan A. Gunawan Admiranto). NY, USA: Routledge.
Nata, Abuddin. (2005). Filsafat pendidikan islam. Jakarta: Gaya Media
Pratama.Saefullah, Djaja. (2004). Pengantar filsafat. Bandung: Refika Aditama.
Ravert, Jerome R. (2009). Filsafat ilmu sejarah dan ruang lingkup bahasan. (Terjemahan Saut Pasaribu). England: Oxford University Press. (Buku asli diterbitkan tahun 1982)
Smith, Karl J. (2012). The nature of mathematics 12th edition. USA: Brooks/ Cole Cengange.
Tjahjadi, Simon Petrus L. (2004). Petualangan intelektual. Yogyakarta: Kanisius.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar