“FORMAL”
Berdasarkan
yang saya baca pada pengantar buku Formal Method yang ditulis oleh Evert W.
Beth, tujuan penulisan buku ini untuk menjelaskan prinsip-prinsip dan metode
dasar teori logika karena pada dasarnya kemampuan berpikir logis dan penalaran
logis hanya sebagian kecil orang yang bisa melakukannya. Karena orang yang
mampu berargumen dimana argumennya dapat meyakinkan orang banyak hanya sedikit,
hal itu tergantung dari tingkat perkembangan seseorang tersebut. Di buku juga
ditulis bahwasanya kurangnya kemampuan logis atau berpikir logis karena
beberapa keadaan, diantaranya adalah:
1. Kurangnya
daya konsentrasi, kecerdasan atau pengetahuan umum, serta tidak adanya
pendidikan formal.
2. Kadang-kadang
orang tidak mampu menetapkan pernyataan mereka, mereka cepat atau lambat akan
menyimpang dari argumen pertama mereka.
Keterampilan
dan kemampuan dalam penalaran logis bukan hanya sebagai kemampuan bawaan
manusia yang dipercaya atau diyakini oleh kebanyakan orang. Keterampilan dan
kemampuan dalam penalaran logis merupakan sebuah hasil dari kombinasi kemampuan
bawaan dengan praktek seseorang, jadi untuk mendapatkan kemampuan penalaran
logis yang baik tidak hanya secara instan tapi membutuhkan proses di dalamnya.
Ada
tiga metode berbeda dari metode deduksi dalam logika dasar klasik, yaitu Hilbert-type deduction, Gentzen’s natural
deduction, dan Gentzen;s calculus of sequents. Berdasarkan buku, seorang
mahasiswa setidaknya harus diajarkan ketiga metode tersebut. Karena logika dan
inferensi deduktif memiliki peranan yang penting dalam matematika. Dengan
adanya kemampuan itu akan mempermudah untuk memahami suatu permasalahan dan
dapat pula menyelesaikan permasalahan tersebut. Selain itu juga harus
dikenalkan dengan pendekatan semantik, pendekatan murni formal supaya mereka
dapat mengembangkan sebuah gagasan, masalah dan akhirnya menemukan hasil teori
yang logis.
Menggunakan
Metode Formal setidaknya ada tiga langkah, yang pertama adalah teori deduktif
(formal), yang kedua adalah pendekatan semantik, dan yang ketiga adalah
konsepsi aksiomatik. Yang pertama mengenai teori deduktif (formal), seperti
yang sudah dijelaskan sebelumnya bahwa teori atau metode deduksi ada tiga
macam. Teori deduksi adalah teori dimana dalam mengambil suatu keputusan atau
penalaran menggunakan kriteria atau suatu keyakinan tertentu untuk mendapatkan
suatu kesimpulan yang lebih khusus dan spesifik. Sebuah pernyataan yang
dianggap mewakili sebuah kebenaran atau setidaknya sesuatu yang dianggap benar
yang memiliki implikasi-implikasi tertentu yang dapat diturunkan menjadi sebuah
atau beberapa buah pernyataan yang lebih spesifik dan khusus lagi. Penurunan
sebuah pernyataan menjadi pernyataan-pernyataan yang yang lebih spesifik dan
khusus merupakan salah satu ciri dari teori deduktif. Dengan demikian deduktif
(deduksi) diawali dari sebuah pernyataan asumsi (entah itu dogma, atau yang
lainnya) kemudian dilanjutkan dengan kesimpulan yang lebih khusus dan spesifik
yang diturunkan dari asumsi awal tersebut.
Langkah
yang kedua adalah pendekatan semantik. Pengertian semantik oleh beberapa
ahlimeliputi: (http://www.bimbie.com/pengertian-semantik.html)
1. Charles
Morrist
Charles Morrist
mengemukakan bahwa semantik merupakan suatu ilmu atau bidang yang menelaah
hubungan-hubungan tanda-tanda dengan objek-objek yang merupakan wadah penerapan
tanda-tanda tersebut.
2. J.W.M
Verhaar
Venhaar mengemukakan
bahwa semantik semantik merupakan teori makna atau teori arti yakni suatu
cabang sistematik bahasa yang menyelidiki makna atau arti.
3. Lehrer
Lehrer mengemukakan
bahwa semantik merupakan studi tentang makna. Bagi Lehrer, semantik merupakan
bidang kajian yang sangat luas karena turut menyinggung aspek-aspek struktur
dan fungsi bahasa sehingga dapat dihubungkan dengan psikologi, filsafat, dan
antropologi.
Dari
beberapa pendapat para ahli di atas, dapat diambil tarik kesimpulan bahwa
semantik merupakan suatu studi atau cabang yang mempelajari atau menelaah struktur,
hubungan-hubungan secara mendalam sampai dengan arti atau makna dari suatu
ilmu. Jadi pendekatan semantik merupakan pendekatan yang menelaah struktur,
hubungan-hubungan tanda-tanda dan objek-objek yang merupakan wadah dari
penerapan tanda-tanda tersebut.
Jika
menggunakan pendekatan deduktif maka, maka dimulai dengan pernyataan premis
awal kemudian pernyataan tersebut diturunkan menjadi pernyataan baru. Sedangakan
dengan pendekatan semantik, kita juga menelaah struktur, hubungan tanda-tanda
dengan objek-objek. Contohnya dalam menyelesaikan permasalahan yang sudah
digunakan dalam pendekatan deduktif yaitu
. Untuk
menyelesaikan permasalah tersebut kita harus mengetahui makna dibalik simbol
dan notasi tersebut.

Dan
langkah yang ketiga adalah konsepsi aksiomatik. Setalah dua langkah sebelumnya,
langkah selanjutnya adalah konsepsi aksiomatik. Di sini sudah mulai menggunakan
aksioma-aksioma yang sudah ditentukan dan disepakati untuk menghasilkan aksioma
baru (jika memungkinkan). Aksioma satu dengan aksioma yang lain pada suatu
materi tidak boleh saling kontradiksi, karena aksioma dua merupakan lanjutan
dari aksioma satu demikan berlaku untuk aksima selanjutnya.
Menurut
sepemahaman saya, ketiga langkah di atas yang merupakan langkah dalam metode
formal. Metode formal digunakan untuk menjamin kebenaran suatu pernyataan.
Penggunaan metode formal dapat digunakan untuk menganalisa matematika dan
logika dan juga menjamin kebenaran dari sebuah desain dan implementasinya,
sebagaimana dalam pembuktian matematika yang menjamin kebenaran dari sebuah
formula matematika itu sendiri. Karena keterjaminan kebenaran hasilnya, metode
formal banyak digunakan dalam pengembangan software suatu program tertentu
dalam ilmu komunikasi.
Berdasarkan
http://schinchinisshoku.blogspot.com,
Metode formal dapat digunakan di sejumlah tingkatan, yaitu:
1. Tingkat
0
Tingkat 0 sering
disebut dengan metode formal lite. Spesifikasi formal dapat dilakukan dan
kemudian program yang dikembangkan dari informal. Dengan menggunakan metode
formal lite ini biaya yang digunakan paling efektid dalam banyak kasus.
2. Tingkat
1
Pada tingkat 1,
pengembangan formal dan verifikasi formal dapat digunakan untuk menghasilkan
sebuah program dengan cara yang lebih formal. Misalkan, bukti dari sifat atau
penyempurnaan dari spesifikasi untuk program dapat dilakukan. Metode ini paling
tepat digunakan jika kita ingin mengembangkan sebuah program yang memiliki
integritas tinggi dalam segi keselamatan dan keamanan. Dengan kata lain, metode
ini digunakan untuk memubuat suatu program yang harus menyimpan data rahasia
yang tidak boleh bocor ke orang lain atau pihak lain karena kerahasiaannya
memang harus dijaga betul.
3. Tingkat
2
Pada tingkat 2, provers
teorema dapat digunakan untuk memeriksa bukti. Contohnya saja dari desain untuk
mikroprosesor. Akan tetapi metode formal tingkat dua ini membutuhkan biaya yang
sangat mahal untuk membuat suatu program.
Dengan
menggunakan metode formal yang menjamin kebenaran sebuah hasil akhirnya, kita
dapat meningkatkan penalaran kita dalam berpikir. Karena dengan menggunakan
metode formal yang terdiri dari tiga langkah di atas. Kita dituntut untuk
mengetahui alasan kita dalam menyelesaikan sebuah masalah tertentu.
PEMBAHASAN
Filsafat melatih
pikiran kita untuk berpikir secara intensif dan ekstensif, yaitu berpikir dalam
sedalam - dalamnya, dan luas seluas – luasnya. Kita boleh saja memikirkan semua
yang ada dan yang mungkin ada yang jumlahnya tak terhingga. Namun dalam
berfilsafat semua yang ada dan yang mungkin ada juga memiliki struktur.
Struktur itu beragam jenisnya, siang dan malam itu struktur dunia, atas dan
bawah juga struktur, kiri dan kanan juga struktur, jauh dan dekat juga
struktur. Jika kita mengidentifikasi semua struktur maka tidak akan pernah
selesai. Maka dari itu dalam mempelajari filsafat ada struktur yang bermanfaat
serta efisien dan efektif yang dapat kita pakai. Struktur istimewa yang
strategis dan potensial.yaitu struktur material, formal, normatif dan spiritual.
Struktur material,
formal, normatif dan spiritual dalam berfilsafat harus disesuaikan dengan ruang
dan waktunya.Ruang dan waktu itu berdimensi dan juga berstruktur. Alam semesta
berkaitan erat dengan ruang dan waktu. Dari semua yang ada dan yang mungkin ada
di alam semesta ini berhubungan antara sifat – sifatnya sehingga strukturnya.Kita
mempunyai filsafat reduksionisme sehingga kita dapat mereduksi dunia ke dalam
kerangka “formal”.
Ranah
Spiritual
Formalnya spiritual
adalah ritual. Ritual merupakan ekspresi dari kaum beragama yang mencerminkan
esensi, simpati dan kreativitas mengkombinasikan nilai lokal. Sampai saat ini,
ritual yang dilakukan oleh masyarakat muslim terbagi menjadi ritual formal dan
ritual popular atau lokal. Ritual formal sudah ditentukan jenis, cara, ruang
dan waktunya. Ritual popular bersifat dinamis, berubah seiring dengan perubahan
pengetahuan dan penafsiran terhadap teks- teks tertulis. Ritual ini juga
terkait ruang dan waktu. Secara sederhana dapat dikatakan bahwa ritual Islam
adalah suatu tindakan dari ajaran agama yang tidak sekedar menjadi wadah
simbolik dari definisi Islam, namun harus menjadi mediator aktif dalam
berkomunikasi dengan Tuhan.
Spiritualnya formal
adalah do’a. Doa berarti permohonan langsung kepada Tuhan, Allah SWT. Berbicara
masalah spiritual tentunya berkaitan erat dengan kepercayaan atau agama. Agama
formal adalah seperangkat aturan dan kepercayaan yang dibebankan secara
eksternal. Agama bersifat top – down, diwarisi
dari pendeta, nabi dan kitab suci atau ditanamkan melalui keluarga dan tradisi.
Ranah
Filsafat
Struktur ada dalam
kehidupan sehari – hari kita, dan kehidupan sehari – hari kita tak lepas dari
matematika. Untuk memahami kedudukan matematika dalam kehidupan manusia,
memerlukan sebuah wadah, yaitu filsafat matematika. Filsafat menyediakan sistem di mana pengetahuan
matematika dapat secara sistematis membangun kebenarannya. Filsafat
matematika juga memberikan landasan yang sistematis dan mutlak untuk
pengetahuan matematika berupa kebenaran matematika.
Pengetahuan
matematika dikategorikan sebagai suatu pengetahuan utama. Dikategorikan
demikian, karena pengetahuan matematika terdiri dari proposisi (pernyataan
mengenai hal-hal yang dapat dinilai benar atau salah) yang didasarkan hanya pada
alasan. Alasan tersebut meliputi logis-deduktif dan definisi-definisi yang
digunakan sebagai suatu dasar. Dasar tersebut kemudian digunakan untuk
menyimpulkan pengetahuan matematika. Dengan demikian, fondasi dari pengetahuan
matematika yaitu dasar dari penentuan kebenaran proposisi matematika yang terdiri
dari bukti-bukti deduktif.
Ada tiga teori utama untuk menggali sifat dasar
pengetahuan matematika dan membangun ulang kepastian kebenaran dalam matematika.
Teori tersebut dikenal sebagai logikaisme, formalisme dan konstruktivisme.
Hippocrates adalah
seorang dokter Yunani kuno Zaman Pericles (Athena Klasik), dan dianggap salah
satu tokoh paling terkemuka dalam sejarah kedokteran. Ia disebut sebagai bapak
kedokteran Barat sebagai pengakuan atas kontribusi abadi untuk bidang medis
sebagai pendiri dari Sekolah Kedokteran Hippocrates. Sekolah intelektual ini
merevolusi ilmu kedokteran di Yunani kuno, menetapkan sebagai disiplin yang
berbeda dari bidang lain yang secara tradisional dikaitkan dengan (terutama
sihir dan filsafat), sehingga membentuk kedokteran sebagai sebuah profesi.
Logikaisme (Logisisme)
Logikaisme adalah teori yang menganggap matematika murni
sebagai satu bagian dari logika. Para ahli logika berpendapat bahwa matematika
dapat dikenal a priori, tetapi mereka menyarankan bahwa pengetahuan matematika
adalah hanya bagian dari pengetahuan logika secara umum, jadi secara analitis
tidak membutuhkan kemampuan khusu tentang intuisi matematik. Dan sudut pandang
ini, logika adalah dasar-dasar yang benar dari matematika, dan semua pernyataan
matematik memerlukan kebenaran logika. Logika dimulai sejak Thales (624 SM - 548 SM). Thales
adalah seorang filsuf pra-Sokrates Yunani dari Miletus, di Asia Kecil, dan
salah satu dari Seven Sages of Greece.Thales
merupakanfilsuf Yunanipertama yang meninggalkan segala dongeng dan takhayul
kemudian berpaling kepada akal budi untuk memecahkan rahasia alam
semesta.Thales mengatakan bahwa air adalah arkhe (Yunani) yang berarti prinsip
atau asas utama alam semesta.
Thales berusaha
untuk menjelaskan fenomena alam tanpa mengacu pada mitologi, dan sangat
berpengaruh dalam hal ini.Dalam matematika, Thales menggunakan geometri untuk
memecahkan masalah, seperti menghitung ketinggian piramida dan jarak kapal dari
pantai.Dia dikreditkan dengan penggunaan pertama dari penalaran deduktif yang
diterapkan pada geometri, dengan menurunkan empat akibat wajar dari Teorema
Thales.
Aristoteles (384-322 M)kemudian mengenalkan logika sebagai ilmu, yang
kemudian disebutlogica scientica.
Umumnya diterima bahwa orang pertama yang melakukan pemikiran sistematis
tentang logika adalah Aristoteles. Logika bagi Aristoteles dan para pengikutnya
tidak dikategorikan sebagai satu ilmu di antara ilmu-ilmu yang lain. Menurut
Aristoteles, logika adalah persiapan yang mendahului ilmu-ilmu. Atau dapat dikatakan
bahwa logika adalah alat (organon) untuk mempraktikkan ilmu pengetahuan.
Logikaisme adalah teori yang menganggap matematika murni
sebagai satu bagian dari logika.Logika menjadi dasar pengetahuan manusia.
Logika matematika menjadi bahan kajian penting baik oleh para filsuf maupun
matematikawan. Logika tidak bisa dihindarkan dalam proses hidup mencari
kebenaran. Para filsuf menggunakan logika sebab-akibat untuk untuk mengetahui
implikasi dari konsep atau pemikirannya, bahkan untuk membuktikan kebenaran
ungkapan - ungkapannya. Lebih singkatnya, logika digunakan untuk melakukan
pembuktian. Logika matematika merupakan kajian sekaligus pondasi dalam
matematika. Logika dapat dicirikan sebagai teori inferensi (kesimpulan). Logika
matematika mempunyai peranan hingga sampai era filsafat kontemporer. Secara
tradisional, logika dipelajari sebagai cabang filosofi, tetapi juga bisa dianggap sebagai cabang matematika.
Pengembangan dan penggunaan logika Aristoteles secara murni
diteruskan oleh filsuf – filsuf besar seperti Thomas Hobbes (1588 – 1679) dan John
Locke (1632–1704). Kemudian Francis Bacon (1561 – 1626)
mengembangkan logika induktif, J.S. Mills (1806 – 1873)
melanjutkan logika yang menekankan pada pemikiran induksi. Logika simbolik
dikembangkan oleh Gottfried Wilhelm Leibniz (1646–1716) yang
menyusun logika aljabar berdasarkan Ars Magna dari Raymundus Lullus. Logika ini
bertujuan menyederhanakan pekerjaan akal budi dan lebih mempertajam kepastian.
Kemudian tokoh lain dari logika adalah George Boole (1815–1864), John Venn
(1834–1923), Gottlob Frege (1848 – 1925).
Selanjutnya Chares Sanders
Peirce (1839–1914), seorang
filsuf Amerika Serikat yang pernah mengajar di John Hopkins
University, melengkapi logika simbolik
dengan karya-karya tulisnya. Ia memperkenalkan dalil Peirce (Peirce’s Law) yang
menafsirkan logika selaku teori umum mengenai tanda (general theory of signs).
Puncak kejayaan logika simbolik terjadi pada tahun 1910–1913 dengan
terbitnya Principia Mathematica tiga jilid yang merupakan karya bersama Alfred
North Whitehead (1861 – 1914) dan
Bertrand Arthur William Russel (1872 – 1970).
pernyataan penting yang dikemukakan Bertrand Arthur William Russel, yaitu semua
konsep matematika secara mutlak dapat disederhanakan pada konsep logika dan
semua kebenaran matematika dapat dibuktikan dari aksioma dan aturan melalui
penarikan kesimpulan secara logika semata. Dengan demikian logika dan
matematika merupakan bidang yang sama karena seluruh konsep dan dalil
matematika dapat diturunkan dari logika. Logika
simbolik lalu diteruskan oleh Ludwig Wittgenstein (1889–1951), Rudolf
Carnap (1891–1970), Kurt Godel (1906–1978), dan
lain-lain.
Formalisme
Dalam istilah yang populer, formalisme adalah suatu
pandangan bahwa matematika adalah suatu game formal yang tidak berarti yang
dimainkan dengan memberi tanda pada kertas, mengikuti aturan-aturan atau
rumus-rumus. Sebagai contoh, dalam “permainan” dari geometri Euclid (yang
kelihatannya terdiri dari beberapa rangkaian yang disebut aksioma-aksioma, dan
beberapa aturan inferensi untuk membangun rangkaian baru dari rangkaian-rangkaian
yang diketahui), salah satunya dapat dibuktikan dengan menggunakan teorema
pythagoras. Disebut teorema pythagoras, karena yang mengembangkan konsep
tentang teorema tersebut seorang filsuf bernama Pythagoras. Pythagoras
membuat kontribusi berpengaruh untuk filsafat dan ajaran agama pada akhir abad
ke 6 SM. Banyak prestasi dikreditkan untuk Pythagoras yang mungkin sebenarnya
adalah prestasi rekan dan penerusnya.Apakah atau tidak murid-muridnya percaya
bahwa segala sesuatu itu terkait dengan matematika dan bahwa nomor adalah
realitas terakhir tidak diketahui.Dikatakan bahwa dia adalah orang pertama yang
menyebut dirinya seorang filsuf, atau pecinta kebijaksanaan dan ide-ide
Pythagoras dilaksanakan atau berpengaruh yang nyata pada Plato, juga pada semua
filsafat Barat.
Pada zaman kontemporer, landasan matematika formalisme
dipelopori oleh ahli matematika besar dari Jerman yaitu David Hilbert (1862 –
1943). Tujuan Hilbert yaitu untuk menciptakan suatu sistem matematika yang
lengkap dan konsisten oleh teorema yang menyatakan bahwa sistem aksioma
konsisten yang cukup ekspresif tidak pernah dapat membuktikan kekonsistenan
mereka sendiri. Menurut aliran formalisme, sifat alami dari matematika adalah
sebagai sistem lambang yang formal. Matematika berkaitan dengan sifat - sifat struktural
dari simbol - simbol dan proses pengolahan terhadap lambang - lambang. Simbol -
simbol dianggap mewakili berbagai sasaran yang menjadi obyek matematika.
Bilangan – bilangan dipandang sebagai sifat - sifat struktural yang paling
sederhana dari benda - benda.Menurut pandangan Hilbert, matematika sebagai
sekedar sebuah rekayasa simbol menurut aturan tertentu untuk menghasilkan
sebuah sistem pernyataan tautologis, yang memiliki konsistensi internal, tapi
tanpa makna lain sama sekali.
Tidak semua kebenaran matematika dapat direpresentasikan
sebagai teorema dalam sistem formal. Lebih jauh lagi, sistem itu sendiri tidak
dapat dijamin kebenarannya. Secara khusus, hal ini harus mencakup sebuah
formalisasi untuk semua matematika. Dengan kata lain semua pernyataan
matematika harus ditulis dalam bahasa formal yang tepat dan dimanipulasi sesuai
dengan aturan yang ditetapkan dengan baik. Untuk mengonstruksi seluruh
matematika yang telah ada, diperlukan ‘teori bukti’ untuk menjamin
konsistensinya.
Konstruktivisme
Paham konstruktivisme merupakan satu dari rekonsteruksi
pengetahuan matematika (dan mereformasi praktik matematika) untuk melindunginya
dari kehilangan makna. Jadi, Konstruktivisme merupakan aliran filsafat
pengetahuan yang menekankan bahwa pengetahuan kita merupakan hasil konstruksi
kita sendiri.Aliran konstruktivisme ada untuk merekonstruksi pengetahuan
matematika dalam rangka untuk melindungi matematika dari kehilangan makna dan
kontradiksi.Tokoh aliran konstruktivisme adalah LEJ Brouwer (1881-1966) dan
Arend Heyting (1898 -1980). Kemudain ahli matematika Elizabeth Bishop
(1911-1979) dan Michael Dummett (1925 - 2011). Tokoh lain aliran
konstruktivisme dari abad pertengahan yaitu Alexander Esenin-Volpin (1924-
2016), Hermann Weyl (1885-1955), dan Anne Sjerp Troelstra (1939). Kemudian dari
ruang lingkup konstruktivisme yang kurang lebih liberal tokohnya
yaitu Paul Lorenzen (1915-1994), George Kreisel (1923 – 2015), dan Per
Martin-Lof (1942).
Para penganut aliran konstruktivisme menyatakan
bahwa kebenaran matematika dan keberadaan objek matematika harus dibentuk
dengan metode konstruktif. Ini berarti bahwa tujuan konstruksi matematika
adalah untuk mendirikan kebenaran atau keberadaan objek matematika, sebagai
lawan untuk metode yang bergantung pada pembuktian dengan kontradiksi. Bagi
konstruktivis pengetahuan harus ditetapkan melalui pembuktian konstruktif,
berdasarkan logika konstruktivis terbatas, dan makna dari istilah matematika /
objek terdiri dari prosedur formal dengan mana mereka dibangun.
Masing-masing dari tiga kelompok pemikiran baik logikaisme, formalisme dan
konstruktivismeberupaya untuk menyediakan dasar yang kuat untuk kebenaran
matematis, dengan bukti matematika dari
suatu wilayah terbatas tapi tepat untuk kebenaran. Dalam setiap kasus ada yang
meletakkan dasar yang aman untuk kebenaran mutlak. Logikaisme, formalisme dan konstruktivismeterdiri dari aksioma logikadan aksioma yang jelas. Masing–masingaksiomaatau
prinsip-prinsip diasumsikan tanpa demonstrasi. Untuk
menghilagkan keraguan, masing-masing tetap dibiarkan terbuka
untukdidiskusikan. Selanjutnya masing-masing
kelompok menggunakan logika deduktif untuk membuktikan kebenaran teorema
matematika dari dasar yang telah diasumsikan. Akibatnya ketiga kelompok
pemikiran gagal untuk menetapkan kepastian yang mutlak tentang kebenaran
matematika. Untuk logika deduktif hanya menyalurkan kebenaran, tidak memasukkan
kebenaran, dan kesimpulan dari pembuktian logis sangat lemah.Kebenaran matematika akhirnya tergantung pada tereduksinya seperangkat
asumsi, yang diadopsi tanpa demonstrasi tetapi untuk kualitas pengetahuan yang
benar. Asumsimemerlukan petunjuk untuk pernyataan mereka.
Tidakada petunjukberlaku untuk pengetahuan matematika selain demonstrasi atau
bukti. Untuk itu asumsi adalah keyakinan, bukan pengetahuan, dan tetap terbuka
untuk diperdebatkan, untuk menepis
keraguan.
Matematika
Formal
Matematika formal
adalah tertulis, terkodifikasi, terorganisasi, eksplisit, dan merupakan
kumpulan materi-materi yang telah terdefinisi secara sempurna. Matematika
formal didasarkan pada logika formal. Logika formal adalah metodologi berpikir
yang berkenaan dengan struktur atau bentuk logika melalui abstraksi isi
pemikiran yang merumuskan hukum dan asas yang disyaratkan untuk mencapai hasil
yang berlaku dalam mendapatkan pengetahuan melalui penarikan kesimpulan yang
bagian-bagiannya dikaitkan dengan isi tersebut. Dalam matematika formal, konsep didefinisikan secara ketat
dan sifat-sifat konsep dibangun melalui deduksi logis dari definisi dan
teorema-teorema terkait. Disisi lain, makna intuitif sebuah konsep digunakan untuk
membantu memahami konsep, namun tidak semua konsep matematika mudah difahami
secara intuitif.Matematika yang bersifat formal menghasilkan pernyataan-pernyataan
matematika dan juga bukti-buktinya. Sedangkan
matematika yang bersifat informal menghasilkan penemuan-penemuan matematika.
Matematika formal
pada anak umumnya dikenalkan kepada anak ketika anak mulai memasuki sekolah.
Matematika formal merupakan sebuah sistem “scientific” yang bersifat koheren,
eksplisit, terorganisasi, dan logis. Di sisi lain, matematika informal
merupakan sistem spontan yang diperoleh siswa melalui intuisi dan emosinya,
serta bersifat implisit dan terkait dengan kehidupan anak sehari-hari.
Jean Piaget (1896 - 1980) menyatakan bahwa matematika
formal tidak dapat dipaksakan pada diri anak, tetapi anak harus menemukan sendiri
matematika itu (reinvent). Guru harus berusaha membimbing para siswanya agar
dapat melakukan penemuan (reinvent) matematika formal untuk dirinya. Idealnya memang seorang guru harus mampu membuat jembatan
atau penghubung dari matematika informal menuju matematika formal
(abstrak). Jembatan itu bisa berupa
langkah – langkah yang kongkrit, dekat dengan lingkungan, mudah diingat dan
dikenal.
Metode Formal
Dalam matematika
terdapat istilah metode formal. Metode formal (Formal method) adalah sebuah teknik berbasis logika matematik
untuk membuat spesifikasi sebuah sistem komputer
(software maupun hardware) secara tidak rancu, dan melakukan
verifikasi. Penggunakan metode formal dimotivasi oleh penerapan analisa
matematika dan logika yang dapat menjamin kebenaran dari sebuah desain dan
pengimplementasiannya sebagaimana pembuktikan matematis menjamin kebenaran dari
sebuah rumus. Metode formal didasarkan pada representasi matematis dan analisis
perangkat lunak (kalkulus predikat digunakan sebagai dasar untuk bahasa
spesifikasi formal). Metode Formal menggunakan konsep matematika diskrit
sebagai mekanisme representasi dengan demikian pembuktian logis dapat
diterapkan pada masing-masing fungsi yang dimiliki sistem sehingga dapat
diketahui bahwa spesifikasi dari tiap fungsi tersebut benar dan logis.
Metode formal
berkaitan sangat erat dengan suatu pengetahuan, dalam memperoleh suatu
pengetahuan sangat erat kaitannya dengan logika. Logika dapat dikarakteristikan
sebagai sebuah teori inferens (kesimpulan) (Evert W. Beth, 1962: 1). Salah satu
cara yang dapat dilakukan adalah dengan menggunakan inferens deduktif, yang berperan
penting dalam matematika. Sebagai sebuah contoh bentuk dari inferens deduktif
adalah yang disebut dengan modus ponens.




Sekarang
kita akan mempertimbangkan sebuah inferens dari sudut semantic.Berbicara
tentang semantic, kita tertarik ke dalam inferensi deduktif karena, kapanpun
premis benar diberikan, penerapan bentuk valid inferensi menghasilkan
kesimpulan yang benar. Dalam kasus modus ponens ini menunjukkan bahwa entah
bagaimana kebenaran atau kebohongan/kesalahan (atau, seperti yang akan kita
katakan, nilai kebenaran) dari kesimpulan V tergantung pada nilai-nilai
kebenaran premis dan ; atau, sebaliknya, bahwa nilai kebenaran dari kalimat tergantung pada nilai-nilai kebenaran U dan
V.
Dalam
bahasa biasa, tidak ada hubungan sederhana antara nilai-nilai kebenaran
implikasi dan komponennya dapat dibentuk, karena pengaruh konteks di mana
berbagai kalimat mungkin muncul. Untuk tujuan kita sekarang, namun, hubungan
yang sangat sederhana dapat dibangun atas dasar prinsip-prinsip heuristic
berikut:
1. Setiap
kalimat U, V, dan harus benar atau
salah,
2. Nilai
kebenaran dari kalimat majemuk harus unik ditentukan oleh nilai kebenaran dari
komponen U dan V,
3. Modus
ponens harus menjadi bentuk diterima inferensi,
4. Pembuktian
melalui reductio ad absurdum harus memungkinkan,
5. Itu
pasti mungkin untuk menerapkan sebuah argument hipotesis
Logika Formal
Logika matematika
merupakan hasil penerapan metode-metode matematika yang formal dalam bidang
logika, penelitian logis terhadap penalaran, dan bukti matematis. Logika
matematika merujuk pada dua wilayah riset yang berbeda, yaitu penggunaan logika
formal untuk mengkaji penalaran matematika dan penerapan matematika untuk
mengkaji logika formal.
Logika formal
merupakan ilmu yang mempelajari bentuk - bentuk pemikiran (konsep, putusan,
kesimpulan dan pembuktian). Logika matematika dapat dipandang sebagai logika
formal.Logika formal berusaha untuk mengungkap hakikat kebenaran logis dari
suatu penarikan kesimpulan dalam sistem formal yang memuat bahasa formal,
aturan-aturan penarikan kesimpulan dan kadang-kadang suatu kumpulan aksioma.
Bahasa formal terdiri dari sekumpulan simbol-simbol, sintaks, dan semantik,
serta ungkapan dalam bahasa formal yang disebut ''formula".
Aturan penarikan
kesimpulan dan aksioma-aksioma yang ditetapkan, kemudian dioperasikan dengan
bahasa untuk menghasilkan kumpulan teorema. Teorema adalah formula apa yang
dapat diturunkan dengan menggunakan aturan-aturan penarikan kesimpulan. Dalam
logika formal teorema diartikan sebagai ungkapan kebenaran logis (tautology)
dan dengan cara ini sistem - sistem mengungkap sekurang - kurangnya sebagian
dari tautologi dan penarikan kesimpulan.
Pendekatan
Teoritis Deduktif
1. Pertama kira kita berhadapan dengan masalah
. Jika
masalah dapat diselesaikan, kita harus dapat menyimpulkan
dari K.
Sekarang kita punya masalah deduksi
. Masalah ini juga akan dipecahkan; untuk pertama-tama
kita bisa menyimpulkan, seperti sebelumnya,
dari K,
dan kemudian kita bisa menggunakan premis U untuk menyimpulkan V dari
dan U merupakan hasil kesimpulan dari modus
ponens. Sebaliknya, jika didapat masalah
harus
dipecahkan; maka tidak akan terjadi jika masalah
diambil untuk dipecahkan juga. Sebab, jika
ditambahkan ke premis di K, kita masih
membutuhkan premis U sebelum kesimpulan dapat ditarik, dan kesimpulan V
diperoleh dari
dan U adalah bagaimanapun deduktif dari
; jadi kita dapat dengan aman mengganti masalah
dengan
masalah pemotongan
.












2. Jika kita berhadapan dengan masalah deduktif
kemudian, dalam rangka untuk mengambil
pernyataan dari premis
, ingin
dibuat kesimpulan sebagai berikut V dari
dan U. Pertama harus menyimpulkan U dari
. Jadi
masalah awal terbagi menjadi dua masalah, yaitu:




a.
Dari
, untuk
menyimpulkan U (dan kemudian menyimpulkan V dengan modus ponens);

b.
Dari
, untuk
menyimpulkan Z.

Kategori dalam masalah deduktif
berturut-turut 

Premis
|
Kesimpulan
|
1)
![]()
2)
![]()
Tambah formula baru
|
3)
![]()
Diperoleh:
|
4)
![]() |
5)
![]() |
Kesimpulannya adalah (5) C dari premis-premis (1),
(2), dan (4). Kemudian, dalam rangka untuk mengambil keuntungan dari premis
(1), masalah dibagi lagimenjadi dua masalah baru:
Premis
|
Kesimpulan
|
||
i
|
ij
|
i
|
ij
|
|
7) B
|
6) A
|
5) C
|
3.
Aplikasi
berulang dari tiga operasi yang khas yang dapat dicirikan oleh skema berikut.
Premis
|
Kesimpulan
|
||
![]()
Z
|
Z
|
Premis
|
Kesimpulan
|
||||
![]() ![]() |
Z
|
||||
(i)
|
(ij)
|
(i)
|
(ij)
|
||
|
V
|
U
|
Z
|
Premis
|
Kesimpulan
|
K
|
![]() |
U
|
V
|
|
Skema (i), closure schema, mengungkapkan fakta bahwa, jika kesimpulan bertepatan
dengan salah satu premis, maka masalah deduksinya sederhana. Skema (IjaI),
reduction schema menggunakan taktik
atau cara dengan memanfaatkan premis
. Taktik
yang kita mencoba untuk mengambil itu dapat diamati bahwa taktik ini melibatkan
aplikasi dari modus ponens yang tidak diungkapkan oleh skema. Skema (Ijb),
reduction schema berusaha membuat
kesimpulan
.


4.
Sebagai
hasil dari pertimbangan di atas heuristik kita sekarang dapat menyatakan
persyaratan sebagai berikut (i) - (iij) yang metode yang memadai deduksi formal
dapat cukup memenuhi. Pernyataannya meliputi:
(i) Sebuah metode yang memadai deduksi
formal harus memungkinkan kita untuk mempertimbangkan masalah deduktif K/Z;
(ij) Ini harus dalam beberapa cara
atau tunjangan membuat lainnya untuk masalah deduksi sesuai dengan skema
deduksi (ijai) dan (ijb);
(iij) Ini harus dalam beberapa cara
menyediakan untuk pemutusan deduksi sukses skema penutupan (i).
5.
Kita
sekarang dapat dengan mudah menunjukkan setidaknya satu contoh metode yang
memadai deduksi formal ditandai dengan persyaratan di atas (i)-(iij): untuk
setiap sequent kita akan menerima sebagai pengurang resmi apapun table deduktif
disusun sesuai dengan skema pengurangan (deduksi) (ijaI) dan (ijb)
dan menunjukkan setiap pengurangan bawahan akan selesai di bawah skema
penutupan (closure schema) (i).
Misalnya, table deduktif di atas memberikan dedeuktif formal diusulkan
berturut-turut
seperti sudah dijelaskan di contoh di atas.

Kita
akan mendirikan sejumlah skema yang memungkinkan pengurangan/reduksi masalah
tersebut ke masalah yang lebih sederhana dari jenis yang sama dan, akhirnya,
penutupan dari urutan dari pengurangan berikutnya yang akhirnya menghasilkan
deduksi yang dituju. Skemata pengurangan akan didasarkan pada prinsip heuristik
yang, pada dasarnya, sebuah premis dalam bentuk implikasi hanya dapat digunakan dalam aplikasi yang
sesuai pada modus ponens.
Pendekatan
Semantik
Dengan
pendekatan semantik, kita juga harus menelaah struktur, hubungan tanda-tanda
dengan objek-objek. Contohnya dalam menyelesaikan permasalahan yang sudah
digunakan dalam pendekatan deduktif yaitu
. Untuk
menyelesaikan permasalah tersebut kita harus mengetahui makna dibalik simbol
dan notasi tersebut. Penyelesaiannya sebagai berikut:Kalau
di dalam buku Formal Methods Benar dinotasikan sebagai 2 dan Salah dinotasikan
sebagai 0.

A
|
B
|
![]() |
![]() |
![]() |
![]() |
S
B
S
B
S
B
S
B
|
S
S
B
B
S
S
B
B
|
B
S
B
B
B
S
B
B
|
S
S
S
S
B
B
B
B
|
B
B
S
S
B
B
B
B
|
B
S
B
S
B
B
B
B
|
|
|
|
Benar
|
Salah
|
||||
(1)
![]()
(2)
![]() |
(3)
![]() |
||||
(4)
|
(5)
C
|
||||
(i)
|
(ij)
|
(i)
|
(ij)
|
||
|
(7) B
|
(6) A
|
|
||
|
|
|
|
||
|
(iv)
(9) C
|
(iij)
(8) B
|
(iv)
|
Kadang-kadang
membuktikan untuk mengatakan bahwa w(U) = 2 atau w(U) = 0 sesuai U adalah benar
atau salah, dan untuk menunjukkan angka 0 dan 2 sebagai nilai-nilai kebenaran. Menggunakan
terminologi ini, kita dapat menyatakan kembali aturan semantik di atas sebagai
berikut: (S1) Jika w(U) = 0 atau w(U) = 2, maka w() = 2; jika w(U) = 2 dan w(V)
=0, maka w(V)=0.3
Di
catatan peraturan ini nilai-nilai kebenaran w(U) dari semua formula U akan
ditentukan secara unik untuk setiap atom A, B, C, ... nilai kebenaran yang
sewenang-wenang w(A), w(B), w(C). ... (yang harus 0 atau 2) telah ditetapkan;
kita akan mengatakan bahwa dengan spesifikasi masing-masing kebenaran ini nilai
w penilaian didirikan. [Dalam kebanyakan kasus, kita akan hanya tertarik pada
nilai-nilai kebenaran yang diambil oleh rumus di beberapa himpunan berhingga;
nilai kebenaran ini hanya tergantung pada nilai yang diberikan kepada banyak
atom yang berhingga A, B, ... yang benar-benar terlihat pada formula ini.
Nilai-nilai w(A), w(B), ... menentukan valuasi parsial yang memberikan nilai
kebenaran yang pasti w(U) hanya untuk mereka rumus U di mana tidak ada atom
lain muncul.] Jika U adalah identitas logis, maka haruslah w(U) = 2 untuk
setiap penilaian w, dan sebaliknya.
Tabel
ini jelas menunjukkan bahwa tidak ada valuasi yang diperlukan dapat ditemukan.
Namun, pendekatan yang berbeda untuk masalah valuasi yang dalam banyak hal
lebih mudah daripada pendekatan “resmi/formal”
Pendekatan Aksiomatik
Sebagai
aksioma kita mengadopsi semua (tak terhingga banyaknya) rumus:
(I) 

(II) 

(III) 

Misalnya,
rumus berikut adalah aksioma:



karena
mereka memiliki struktur yang ditandai dengan (I), sedangkan rumus:

adalah
sebuah aksioma karena memiliki struktur yang ditandai dengan (II). Sebagai
aturan inferensi kita mengadopsi modus ponens, yang dapat acuh tak acuh
diwakili oleh skema inferensi:


(i)
dan (ii) 


Formula-formula
yang dapat diperoleh, mulai dari aksioma tertentu, dengan menerapkan lagi dan lagi
aturan inferensi, akan dinyatakan sebagai tesis. Dengan kata lain, konsep tesis
ditandai dengan ketentuan sebagai berikut:
(T1)
Setiap aksioma adalah tesis;
(T2)
Jika kedua U dan
adalah tesis, maka V juga tesis;

(T3)
Tidak ada yang tesis, kecuali pada kekuatan (Tl) dan (T2).
Seperti
(F3), (T3) dapat dinyatakan lebih tepat, tapi kami tidak akan tinggal di titik
ini.
Beth,
E.W. 1962. Formal Methods. Holand: D.
Reidel Publishing Company
Ernest,
Paul. 2004. The Philosophy of Mathematics
Education. Taylor & Francis Group
Prabawanto,
Sufyani. 2012. Pembelajaran Matematika
untuk Siswa Kelas Kelas Awal Sekolah Dasar: Dari Matematika Informal Ke
Matematika FormalPengantar Filsafat Barat. Bandung : file.upi.edu
Purwadi.
2006. Jejak Para Wali dan Ziarah Spiritual. Jakarta : Kompas
Zohar,
Danah; Marshall, Ian. 2000. SQ:Kecerdasan
Spiritual. Bandung : Mizan