Kamis, 23 Juni 2016

Tugas 5 "Formal"



“FORMAL”

PENDAHULUAN

Berdasarkan yang saya baca pada pengantar buku Formal Method yang ditulis oleh Evert W. Beth, tujuan penulisan buku ini untuk menjelaskan prinsip-prinsip dan metode dasar teori logika karena pada dasarnya kemampuan berpikir logis dan penalaran logis hanya sebagian kecil orang yang bisa melakukannya. Karena orang yang mampu berargumen dimana argumennya dapat meyakinkan orang banyak hanya sedikit, hal itu tergantung dari tingkat perkembangan seseorang tersebut. Di buku juga ditulis bahwasanya kurangnya kemampuan logis atau berpikir logis karena beberapa keadaan, diantaranya adalah:
1.      Kurangnya daya konsentrasi, kecerdasan atau pengetahuan umum, serta tidak adanya pendidikan formal.
2.      Kadang-kadang orang tidak mampu menetapkan pernyataan mereka, mereka cepat atau lambat akan menyimpang dari argumen pertama mereka.
Keterampilan dan kemampuan dalam penalaran logis bukan hanya sebagai kemampuan bawaan manusia yang dipercaya atau diyakini oleh kebanyakan orang. Keterampilan dan kemampuan dalam penalaran logis merupakan sebuah hasil dari kombinasi kemampuan bawaan dengan praktek seseorang, jadi untuk mendapatkan kemampuan penalaran logis yang baik tidak hanya secara instan tapi membutuhkan proses di dalamnya.
Ada tiga metode berbeda dari metode deduksi dalam logika dasar klasik, yaitu Hilbert-type deduction, Gentzen’s natural deduction, dan Gentzen;s calculus of sequents. Berdasarkan buku, seorang mahasiswa setidaknya harus diajarkan ketiga metode tersebut. Karena logika dan inferensi deduktif memiliki peranan yang penting dalam matematika. Dengan adanya kemampuan itu akan mempermudah untuk memahami suatu permasalahan dan dapat pula menyelesaikan permasalahan tersebut. Selain itu juga harus dikenalkan dengan pendekatan semantik, pendekatan murni formal supaya mereka dapat mengembangkan sebuah gagasan, masalah dan akhirnya menemukan hasil teori yang logis.
Menggunakan Metode Formal setidaknya ada tiga langkah, yang pertama adalah teori deduktif (formal), yang kedua adalah pendekatan semantik, dan yang ketiga adalah konsepsi aksiomatik. Yang pertama mengenai teori deduktif (formal), seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya bahwa teori atau metode deduksi ada tiga macam. Teori deduksi adalah teori dimana dalam mengambil suatu keputusan atau penalaran menggunakan kriteria atau suatu keyakinan tertentu untuk mendapatkan suatu kesimpulan yang lebih khusus dan spesifik. Sebuah pernyataan yang dianggap mewakili sebuah kebenaran atau setidaknya sesuatu yang dianggap benar yang memiliki implikasi-implikasi tertentu yang dapat diturunkan menjadi sebuah atau beberapa buah pernyataan yang lebih spesifik dan khusus lagi. Penurunan sebuah pernyataan menjadi pernyataan-pernyataan yang yang lebih spesifik dan khusus merupakan salah satu ciri dari teori deduktif. Dengan demikian deduktif (deduksi) diawali dari sebuah pernyataan asumsi (entah itu dogma, atau yang lainnya) kemudian dilanjutkan dengan kesimpulan yang lebih khusus dan spesifik yang diturunkan dari asumsi awal tersebut.
Langkah yang kedua adalah pendekatan semantik. Pengertian semantik oleh beberapa ahlimeliputi: (http://www.bimbie.com/pengertian-semantik.html)
1.      Charles Morrist
Charles Morrist mengemukakan bahwa semantik merupakan suatu ilmu atau bidang yang menelaah hubungan-hubungan tanda-tanda dengan objek-objek yang merupakan wadah penerapan tanda-tanda tersebut.
2.      J.W.M Verhaar
Venhaar mengemukakan bahwa semantik semantik merupakan teori makna atau teori arti yakni suatu cabang sistematik bahasa yang menyelidiki makna atau arti.
3.      Lehrer
Lehrer mengemukakan bahwa semantik merupakan studi tentang makna. Bagi Lehrer, semantik merupakan bidang kajian yang sangat luas karena turut menyinggung aspek-aspek struktur dan fungsi bahasa sehingga dapat dihubungkan dengan psikologi, filsafat, dan antropologi.
Dari beberapa pendapat para ahli di atas, dapat diambil tarik kesimpulan bahwa semantik merupakan suatu studi atau cabang yang mempelajari atau menelaah struktur, hubungan-hubungan secara mendalam sampai dengan arti atau makna dari suatu ilmu. Jadi pendekatan semantik merupakan pendekatan yang menelaah struktur, hubungan-hubungan tanda-tanda dan objek-objek yang merupakan wadah dari penerapan tanda-tanda tersebut.
Jika menggunakan pendekatan deduktif maka, maka dimulai dengan pernyataan premis awal kemudian pernyataan tersebut diturunkan menjadi pernyataan baru. Sedangakan dengan pendekatan semantik, kita juga menelaah struktur, hubungan tanda-tanda dengan objek-objek. Contohnya dalam menyelesaikan permasalahan yang sudah digunakan dalam pendekatan deduktif yaitu . Untuk menyelesaikan permasalah tersebut kita harus mengetahui makna dibalik simbol dan notasi tersebut.
Dan langkah yang ketiga adalah konsepsi aksiomatik. Setalah dua langkah sebelumnya, langkah selanjutnya adalah konsepsi aksiomatik. Di sini sudah mulai menggunakan aksioma-aksioma yang sudah ditentukan dan disepakati untuk menghasilkan aksioma baru (jika memungkinkan). Aksioma satu dengan aksioma yang lain pada suatu materi tidak boleh saling kontradiksi, karena aksioma dua merupakan lanjutan dari aksioma satu demikan berlaku untuk aksima selanjutnya.
Menurut sepemahaman saya, ketiga langkah di atas yang merupakan langkah dalam metode formal. Metode formal digunakan untuk menjamin kebenaran suatu pernyataan. Penggunaan metode formal dapat digunakan untuk menganalisa matematika dan logika dan juga menjamin kebenaran dari sebuah desain dan implementasinya, sebagaimana dalam pembuktian matematika yang menjamin kebenaran dari sebuah formula matematika itu sendiri. Karena keterjaminan kebenaran hasilnya, metode formal banyak digunakan dalam pengembangan software suatu program tertentu dalam ilmu komunikasi.

 Berdasarkan http://schinchinisshoku.blogspot.com, Metode formal dapat digunakan di sejumlah tingkatan, yaitu:
1.      Tingkat 0
Tingkat 0 sering disebut dengan metode formal lite. Spesifikasi formal dapat dilakukan dan kemudian program yang dikembangkan dari informal. Dengan menggunakan metode formal lite ini biaya yang digunakan paling efektid dalam banyak kasus.
2.      Tingkat 1
Pada tingkat 1, pengembangan formal dan verifikasi formal dapat digunakan untuk menghasilkan sebuah program dengan cara yang lebih formal. Misalkan, bukti dari sifat atau penyempurnaan dari spesifikasi untuk program dapat dilakukan. Metode ini paling tepat digunakan jika kita ingin mengembangkan sebuah program yang memiliki integritas tinggi dalam segi keselamatan dan keamanan. Dengan kata lain, metode ini digunakan untuk memubuat suatu program yang harus menyimpan data rahasia yang tidak boleh bocor ke orang lain atau pihak lain karena kerahasiaannya memang harus dijaga betul.
3.      Tingkat 2
Pada tingkat 2, provers teorema dapat digunakan untuk memeriksa bukti. Contohnya saja dari desain untuk mikroprosesor. Akan tetapi metode formal tingkat dua ini membutuhkan biaya yang sangat mahal untuk membuat suatu program.
Dengan menggunakan metode formal yang menjamin kebenaran sebuah hasil akhirnya, kita dapat meningkatkan penalaran kita dalam berpikir. Karena dengan menggunakan metode formal yang terdiri dari tiga langkah di atas. Kita dituntut untuk mengetahui alasan kita dalam menyelesaikan sebuah masalah tertentu.

PEMBAHASAN

Filsafat melatih pikiran kita untuk berpikir secara intensif dan ekstensif, yaitu berpikir dalam sedalam - dalamnya, dan luas seluas – luasnya. Kita boleh saja memikirkan semua yang ada dan yang mungkin ada yang jumlahnya tak terhingga. Namun dalam berfilsafat semua yang ada dan yang mungkin ada juga memiliki struktur. Struktur itu beragam jenisnya, siang dan malam itu struktur dunia, atas dan bawah juga struktur, kiri dan kanan juga struktur, jauh dan dekat juga struktur. Jika kita mengidentifikasi semua struktur maka tidak akan pernah selesai. Maka dari itu dalam mempelajari filsafat ada struktur yang bermanfaat serta efisien dan efektif yang dapat kita pakai. Struktur istimewa yang strategis dan potensial.yaitu struktur material, formal, normatif dan spiritual.
Struktur material, formal, normatif dan spiritual dalam berfilsafat harus disesuaikan dengan ruang dan waktunya.Ruang dan waktu itu berdimensi dan juga berstruktur. Alam semesta berkaitan erat dengan ruang dan waktu. Dari semua yang ada dan yang mungkin ada di alam semesta ini berhubungan antara sifat – sifatnya sehingga strukturnya.Kita mempunyai filsafat reduksionisme sehingga kita dapat mereduksi dunia ke dalam kerangka “formal”.
Ranah Spiritual
Formalnya spiritual adalah ritual. Ritual merupakan ekspresi dari kaum beragama yang mencerminkan esensi, simpati dan kreativitas mengkombinasikan nilai lokal. Sampai saat ini, ritual yang dilakukan oleh masyarakat muslim terbagi menjadi ritual formal dan ritual popular atau lokal. Ritual formal sudah ditentukan jenis, cara, ruang dan waktunya. Ritual popular bersifat dinamis, berubah seiring dengan perubahan pengetahuan dan penafsiran terhadap teks- teks tertulis. Ritual ini juga terkait ruang dan waktu. Secara sederhana dapat dikatakan bahwa ritual Islam adalah suatu tindakan dari ajaran agama yang tidak sekedar menjadi wadah simbolik dari definisi Islam, namun harus menjadi mediator aktif dalam berkomunikasi dengan Tuhan.
Spiritualnya formal adalah do’a. Doa berarti permohonan langsung kepada Tuhan, Allah SWT. Berbicara masalah spiritual tentunya berkaitan erat dengan kepercayaan atau agama. Agama formal adalah seperangkat aturan dan kepercayaan yang dibebankan secara eksternal. Agama bersifat top – down, diwarisi dari pendeta, nabi dan kitab suci atau ditanamkan melalui keluarga dan tradisi.
Ranah Filsafat
Struktur ada dalam kehidupan sehari – hari kita, dan kehidupan sehari – hari kita tak lepas dari matematika. Untuk memahami kedudukan matematika dalam kehidupan manusia, memerlukan sebuah wadah, yaitu filsafat matematika. Filsafat menyediakan sistem di mana pengetahuan matematika dapat secara sistematis membangun kebenarannya. Filsafat matematika juga memberikan landasan yang sistematis dan mutlak untuk pengetahuan matematika berupa kebenaran matematika.
Pengetahuan matematika dikategorikan sebagai suatu pengetahuan utama. Dikategorikan demikian, karena pengetahuan matematika terdiri dari proposisi (pernyataan mengenai hal-hal yang dapat dinilai benar atau salah) yang didasarkan hanya pada alasan. Alasan tersebut meliputi logis-deduktif dan definisi-definisi yang digunakan sebagai suatu dasar. Dasar tersebut kemudian digunakan untuk menyimpulkan pengetahuan matematika. Dengan demikian, fondasi dari pengetahuan matematika yaitu dasar dari penentuan kebenaran proposisi matematika yang terdiri dari bukti-bukti deduktif.
Ada tiga teori utama untuk menggali sifat dasar pengetahuan matematika dan membangun ulang kepastian kebenaran dalam matematika. Teori tersebut dikenal sebagai logikaisme, formalisme dan konstruktivisme.
Hippocrates adalah seorang dokter Yunani kuno Zaman Pericles (Athena Klasik), dan dianggap salah satu tokoh paling terkemuka dalam sejarah kedokteran. Ia disebut sebagai bapak kedokteran Barat sebagai pengakuan atas kontribusi abadi untuk bidang medis sebagai pendiri dari Sekolah Kedokteran Hippocrates. Sekolah intelektual ini merevolusi ilmu kedokteran di Yunani kuno, menetapkan sebagai disiplin yang berbeda dari bidang lain yang secara tradisional dikaitkan dengan (terutama sihir dan filsafat), sehingga membentuk kedokteran sebagai sebuah profesi.
Logikaisme (Logisisme)
Logikaisme adalah teori yang menganggap matematika murni sebagai satu bagian dari logika. Para ahli logika berpendapat bahwa matematika dapat dikenal a priori, tetapi mereka menyarankan bahwa pengetahuan matematika adalah hanya bagian dari pengetahuan logika secara umum, jadi secara analitis tidak membutuhkan kemampuan khusu tentang intuisi matematik. Dan sudut pandang ini, logika adalah dasar-dasar yang benar dari matematika, dan semua pernyataan matematik memerlukan kebenaran logika. Logika dimulai sejak Thales (624 SM - 548 SM). Thales adalah seorang filsuf pra-Sokrates Yunani dari Miletus, di Asia Kecil, dan salah satu dari Seven Sages of Greece.Thales merupakanfilsuf Yunanipertama yang meninggalkan segala dongeng dan takhayul kemudian berpaling kepada akal budi untuk memecahkan rahasia alam semesta.Thales mengatakan bahwa air adalah arkhe (Yunani) yang berarti prinsip atau asas utama alam semesta.
Thales berusaha untuk menjelaskan fenomena alam tanpa mengacu pada mitologi, dan sangat berpengaruh dalam hal ini.Dalam matematika, Thales menggunakan geometri untuk memecahkan masalah, seperti menghitung ketinggian piramida dan jarak kapal dari pantai.Dia dikreditkan dengan penggunaan pertama dari penalaran deduktif yang diterapkan pada geometri, dengan menurunkan empat akibat wajar dari Teorema Thales.
Aristoteles (384-322 M)kemudian mengenalkan logika sebagai ilmu, yang kemudian disebutlogica scientica. Umumnya diterima bahwa orang pertama yang melakukan pemikiran sistematis tentang logika adalah Aristoteles. Logika bagi Aristoteles dan para pengikutnya tidak dikategorikan sebagai satu ilmu di antara ilmu-ilmu yang lain. Menurut Aristoteles, logika adalah persiapan yang mendahului ilmu-ilmu. Atau dapat dikatakan bahwa logika adalah alat (organon) untuk mempraktikkan ilmu pengetahuan.
Logikaisme adalah teori yang menganggap matematika murni sebagai satu bagian dari logika.Logika menjadi dasar pengetahuan manusia. Logika matematika menjadi bahan kajian penting baik oleh para filsuf maupun matematikawan. Logika tidak bisa dihindarkan dalam proses hidup mencari kebenaran. Para filsuf menggunakan logika sebab-akibat untuk untuk mengetahui implikasi dari konsep atau pemikirannya, bahkan untuk membuktikan kebenaran ungkapan - ungkapannya. Lebih singkatnya, logika digunakan untuk melakukan pembuktian. Logika matematika merupakan kajian sekaligus pondasi dalam matematika. Logika dapat dicirikan sebagai teori inferensi (kesimpulan). Logika matematika mempunyai peranan hingga sampai era filsafat kontemporer. Secara tradisional, logika dipelajari sebagai cabang filosofi, tetapi juga bisa dianggap sebagai cabang matematika.
Pengembangan dan penggunaan logika Aristoteles secara murni diteruskan oleh filsuf – filsuf besar seperti Thomas Hobbes (1588 – 1679) dan John Locke (16321704). Kemudian Francis Bacon (1561 – 1626) mengembangkan logika induktif, J.S. Mills (1806 – 1873) melanjutkan logika yang menekankan pada pemikiran induksi. Logika simbolik dikembangkan oleh Gottfried Wilhelm Leibniz (16461716) yang menyusun logika aljabar berdasarkan Ars Magna dari Raymundus Lullus. Logika ini bertujuan menyederhanakan pekerjaan akal budi dan lebih mempertajam kepastian. Kemudian tokoh lain dari logika adalah George Boole (18151864), John Venn (18341923), Gottlob Frege (1848 – 1925). Selanjutnya Chares Sanders Peirce (18391914), seorang filsuf Amerika Serikat yang pernah mengajar di John Hopkins University, melengkapi logika simbolik dengan karya-karya tulisnya. Ia memperkenalkan dalil Peirce (Peirce’s Law) yang menafsirkan logika selaku teori umum mengenai tanda (general theory of signs).
Puncak kejayaan logika simbolik terjadi pada tahun 19101913 dengan terbitnya Principia Mathematica tiga jilid yang merupakan karya bersama Alfred North Whitehead (1861 – 1914) dan Bertrand Arthur William Russel (1872 – 1970). pernyataan penting yang dikemukakan Bertrand Arthur William Russel, yaitu semua konsep matematika secara mutlak dapat disederhanakan pada konsep logika dan semua kebenaran matematika dapat dibuktikan dari aksioma dan aturan melalui penarikan kesimpulan secara logika semata. Dengan demikian logika dan matematika merupakan bidang yang sama karena seluruh konsep dan dalil matematika dapat diturunkan dari logika. Logika simbolik lalu diteruskan oleh Ludwig Wittgenstein (18891951), Rudolf Carnap (18911970), Kurt Godel (19061978), dan lain-lain.
Formalisme
Dalam istilah yang populer, formalisme adalah suatu pandangan bahwa matematika adalah suatu game formal yang tidak berarti yang dimainkan dengan memberi tanda pada kertas, mengikuti aturan-aturan atau rumus-rumus. Sebagai contoh, dalam “permainan” dari geometri Euclid (yang kelihatannya terdiri dari beberapa rangkaian yang disebut aksioma-aksioma, dan beberapa aturan inferensi untuk membangun rangkaian baru dari rangkaian-rangkaian yang diketahui), salah satunya dapat dibuktikan dengan menggunakan teorema pythagoras. Disebut teorema pythagoras, karena yang mengembangkan konsep tentang teorema tersebut seorang filsuf bernama Pythagoras. Pythagoras membuat kontribusi berpengaruh untuk filsafat dan ajaran agama pada akhir abad ke 6 SM. Banyak prestasi dikreditkan untuk Pythagoras yang mungkin sebenarnya adalah prestasi rekan dan penerusnya.Apakah atau tidak murid-muridnya percaya bahwa segala sesuatu itu terkait dengan matematika dan bahwa nomor adalah realitas terakhir tidak diketahui.Dikatakan bahwa dia adalah orang pertama yang menyebut dirinya seorang filsuf, atau pecinta kebijaksanaan dan ide-ide Pythagoras dilaksanakan atau berpengaruh yang nyata pada Plato, juga pada semua filsafat Barat.
Pada zaman kontemporer, landasan matematika formalisme dipelopori oleh ahli matematika besar dari Jerman yaitu David Hilbert (1862 – 1943). Tujuan Hilbert yaitu untuk menciptakan suatu sistem matematika yang lengkap dan konsisten oleh teorema yang menyatakan bahwa sistem aksioma konsisten yang cukup ekspresif tidak pernah dapat membuktikan kekonsistenan mereka sendiri. Menurut aliran formalisme, sifat alami dari matematika adalah sebagai sistem lambang yang formal. Matematika berkaitan dengan sifat - sifat struktural dari simbol - simbol dan proses pengolahan terhadap lambang - lambang. Simbol - simbol dianggap mewakili berbagai sasaran yang menjadi obyek matematika. Bilangan – bilangan dipandang sebagai sifat - sifat struktural yang paling sederhana dari benda - benda.Menurut pandangan Hilbert, matematika sebagai sekedar sebuah rekayasa simbol menurut aturan tertentu untuk menghasilkan sebuah sistem pernyataan tautologis, yang memiliki konsistensi internal, tapi tanpa makna lain sama sekali.
Tidak semua kebenaran matematika dapat direpresentasikan sebagai teorema dalam sistem formal. Lebih jauh lagi, sistem itu sendiri tidak dapat dijamin kebenarannya. Secara khusus, hal ini harus mencakup sebuah formalisasi untuk semua matematika. Dengan kata lain semua pernyataan matematika harus ditulis dalam bahasa formal yang tepat dan dimanipulasi sesuai dengan aturan yang ditetapkan dengan baik. Untuk mengonstruksi seluruh matematika yang telah ada, diperlukan ‘teori bukti’ untuk menjamin konsistensinya.
Konstruktivisme
Paham konstruktivisme merupakan satu dari rekonsteruksi pengetahuan matematika (dan mereformasi praktik matematika) untuk melindunginya dari kehilangan makna. Jadi, Konstruktivisme merupakan aliran filsafat pengetahuan yang menekankan bahwa pengetahuan kita merupakan hasil konstruksi kita sendiri.Aliran konstruktivisme ada untuk merekonstruksi pengetahuan matematika dalam rangka untuk melindungi matematika dari kehilangan makna dan kontradiksi.Tokoh aliran konstruktivisme adalah LEJ Brouwer (1881-1966) dan Arend Heyting (1898 -1980). Kemudain ahli matematika Elizabeth Bishop (1911-1979) dan Michael Dummett (1925 - 2011). Tokoh lain aliran konstruktivisme dari abad pertengahan yaitu Alexander Esenin-Volpin (1924- 2016), Hermann Weyl (1885-1955), dan Anne Sjerp Troelstra (1939). Kemudian dari ruang lingkup konstruktivisme yang  kurang lebih liberal tokohnya yaitu Paul Lorenzen (1915-1994), George Kreisel (1923 – 2015), dan Per Martin-Lof (1942).
Para penganut aliran konstruktivisme menyatakan bahwa kebenaran matematika dan keberadaan objek matematika harus dibentuk dengan metode konstruktif. Ini berarti bahwa tujuan konstruksi matematika adalah untuk mendirikan kebenaran atau keberadaan objek matematika, sebagai lawan untuk metode yang bergantung pada pembuktian dengan kontradiksi. Bagi konstruktivis pengetahuan harus ditetapkan melalui pembuktian konstruktif, berdasarkan logika konstruktivis terbatas, dan makna dari istilah matematika / objek terdiri dari prosedur formal dengan mana mereka dibangun.
Masing-masing dari tiga kelompok pemikiran baik logikaisme, formalisme dan konstruktivismeberupaya untuk menyediakan dasar yang kuat untuk kebenaran matematis,  dengan bukti matematika dari suatu wilayah terbatas tapi tepat untuk kebenaran. Dalam setiap kasus ada yang meletakkan dasar yang aman untuk kebenaran mutlak. Logikaisme, formalisme dan konstruktivismeterdiri dari aksioma logikadan aksioma yang jelas. Masing–masingaksiomaatau prinsip-prinsip diasumsikan tanpa demonstrasi. Untuk menghilagkan  keraguan, masing-masing tetap dibiarkan terbuka untukdidiskusikan. Selanjutnya masing-masing kelompok menggunakan logika deduktif untuk membuktikan kebenaran teorema matematika dari dasar yang telah diasumsikan. Akibatnya ketiga kelompok pemikiran gagal untuk menetapkan kepastian yang mutlak tentang kebenaran matematika. Untuk logika deduktif hanya menyalurkan kebenaran, tidak memasukkan kebenaran, dan kesimpulan dari pembuktian logis sangat lemah.Kebenaran matematika akhirnya tergantung pada tereduksinya seperangkat asumsi, yang diadopsi tanpa demonstrasi tetapi untuk kualitas pengetahuan yang benar. Asumsimemerlukan petunjuk untuk pernyataan mereka. Tidakada petunjukberlaku untuk pengetahuan matematika selain demonstrasi atau bukti. Untuk itu asumsi adalah keyakinan, bukan pengetahuan, dan tetap terbuka untuk diperdebatkan, untuk menepis  keraguan.
Matematika Formal
Matematika formal adalah tertulis, terkodifikasi, terorganisasi, eksplisit, dan merupakan kumpulan materi-materi yang telah terdefinisi secara sempurna. Matematika formal didasarkan pada logika formal. Logika formal adalah metodologi berpikir yang berkenaan dengan struktur atau bentuk logika melalui abstraksi isi pemikiran yang merumuskan hukum dan asas yang disyaratkan untuk mencapai hasil yang berlaku dalam mendapatkan pengetahuan melalui penarikan kesimpulan yang bagian-bagiannya dikaitkan dengan isi tersebut. Dalam matematika formal, konsep didefinisikan secara ketat dan sifat-sifat konsep dibangun melalui deduksi logis dari definisi dan teorema-teorema terkait. Disisi lain, makna intuitif sebuah konsep digunakan untuk membantu memahami konsep, namun tidak semua konsep matematika mudah difahami secara intuitif.Matematika yang bersifat formal menghasilkan pernyataan-pernyataan matematika dan juga bukti-buktinya. Sedangkan matematika yang bersifat informal menghasilkan penemuan-penemuan matematika.
Matematika formal pada anak umumnya dikenalkan kepada anak ketika anak mulai memasuki sekolah. Matematika formal merupakan sebuah sistem “scientific” yang bersifat koheren, eksplisit, terorganisasi, dan logis. Di sisi lain, matematika informal merupakan sistem spontan yang diperoleh siswa melalui intuisi dan emosinya, serta bersifat implisit dan terkait dengan kehidupan anak sehari-hari.
Jean Piaget (1896 - 1980) menyatakan bahwa matematika formal tidak dapat dipaksakan pada diri anak, tetapi anak harus menemukan sendiri matematika itu (reinvent). Guru harus berusaha membimbing para siswanya agar dapat melakukan penemuan (reinvent) matematika formal untuk dirinya. Idealnya memang seorang guru harus mampu membuat jembatan atau penghubung dari matematika informal menuju matematika formal (abstrak).  Jembatan itu bisa berupa langkah – langkah yang kongkrit, dekat dengan lingkungan, mudah diingat dan dikenal.
Metode Formal
Dalam  matematika terdapat istilah metode formal. Metode formal (Formal method) adalah sebuah teknik berbasis logika matematik untuk membuat spesifikasi sebuah sistem komputer (software maupun hardware) secara tidak rancu, dan melakukan verifikasi. Penggunakan metode formal dimotivasi oleh penerapan analisa matematika dan logika yang dapat menjamin kebenaran dari sebuah desain dan pengimplementasiannya sebagaimana pembuktikan matematis menjamin kebenaran dari sebuah rumus. Metode formal didasarkan pada representasi matematis dan analisis perangkat lunak (kalkulus predikat digunakan sebagai dasar untuk bahasa spesifikasi formal). Metode Formal menggunakan konsep matematika diskrit sebagai mekanisme representasi dengan demikian pembuktian logis dapat diterapkan pada masing-masing fungsi yang dimiliki sistem sehingga dapat diketahui bahwa spesifikasi dari tiap fungsi tersebut benar dan logis.
Metode formal berkaitan sangat erat dengan suatu pengetahuan, dalam memperoleh suatu pengetahuan sangat erat kaitannya dengan logika. Logika dapat dikarakteristikan sebagai sebuah teori inferens (kesimpulan) (Evert W. Beth, 1962: 1). Salah satu cara yang dapat dilakukan adalah dengan menggunakan inferens deduktif, yang berperan penting dalam matematika. Sebagai sebuah contoh bentuk dari inferens deduktif adalah yang disebut dengan modus ponens.
Sekarang kita akan mempertimbangkan sebuah inferens dari sudut semantic.Berbicara tentang semantic, kita tertarik ke dalam inferensi deduktif karena, kapanpun premis benar diberikan, penerapan bentuk valid inferensi menghasilkan kesimpulan yang benar. Dalam kasus modus ponens ini menunjukkan bahwa entah bagaimana kebenaran atau kebohongan/kesalahan (atau, seperti yang akan kita katakan, nilai kebenaran) dari kesimpulan V tergantung pada nilai-nilai kebenaran premis dan ; atau, sebaliknya, bahwa nilai kebenaran dari kalimat  tergantung pada nilai-nilai kebenaran U dan V.
Dalam bahasa biasa, tidak ada hubungan sederhana antara nilai-nilai kebenaran implikasi dan komponennya dapat dibentuk, karena pengaruh konteks di mana berbagai kalimat mungkin muncul. Untuk tujuan kita sekarang, namun, hubungan yang sangat sederhana dapat dibangun atas dasar prinsip-prinsip heuristic berikut:
1.      Setiap kalimat U, V, dan  harus benar atau salah,
2.      Nilai kebenaran dari kalimat majemuk harus unik ditentukan oleh nilai kebenaran dari komponen U dan V,
3.      Modus ponens harus menjadi bentuk diterima inferensi,
4.      Pembuktian melalui reductio ad absurdum harus memungkinkan,
5.      Itu pasti mungkin untuk menerapkan sebuah argument hipotesis
Logika Formal
Logika matematika merupakan hasil penerapan metode-metode matematika yang formal dalam bidang logika, penelitian logis terhadap penalaran, dan bukti matematis. Logika matematika merujuk pada dua wilayah riset yang berbeda, yaitu penggunaan logika formal untuk mengkaji penalaran matematika dan penerapan matematika untuk mengkaji logika formal.
Logika formal merupakan ilmu yang mempelajari bentuk - bentuk pemikiran (konsep, putusan, kesimpulan dan pembuktian). Logika matematika dapat dipandang sebagai logika formal.Logika formal berusaha untuk mengungkap hakikat kebenaran logis dari suatu penarikan kesimpulan dalam sistem formal yang memuat bahasa formal, aturan-aturan penarikan kesimpulan dan kadang-kadang suatu kumpulan aksioma. Bahasa formal terdiri dari sekumpulan simbol-simbol, sintaks, dan semantik, serta ungkapan dalam bahasa formal yang disebut ''formula".
Aturan penarikan kesimpulan dan aksioma-aksioma yang ditetapkan, kemudian dioperasikan dengan bahasa untuk menghasilkan kumpulan teorema. Teorema adalah formula apa yang dapat diturunkan dengan menggunakan aturan-aturan penarikan kesimpulan. Dalam logika formal teorema diartikan sebagai ungkapan kebenaran logis (tautology) dan dengan cara ini sistem - sistem mengungkap sekurang - kurangnya sebagian dari tautologi dan penarikan kesimpulan.
Pendekatan Teoritis Deduktif
1.      Pertama kira kita berhadapan dengan masalah . Jika masalah dapat diselesaikan, kita harus dapat menyimpulkan dari K. Sekarang kita punya masalah deduksi . Masalah ini juga akan dipecahkan; untuk pertama-tama kita bisa menyimpulkan, seperti sebelumnya, dari K, dan kemudian kita bisa menggunakan premis U untuk menyimpulkan V dari  dan U merupakan hasil kesimpulan dari modus ponens. Sebaliknya, jika didapat masalah  harus dipecahkan; maka tidak akan terjadi jika masalah  diambil untuk dipecahkan juga. Sebab, jika  ditambahkan ke premis di K, kita masih membutuhkan premis U sebelum kesimpulan dapat ditarik, dan kesimpulan V diperoleh dari  dan U adalah bagaimanapun deduktif dari ; jadi kita dapat dengan aman mengganti masalah dengan masalah pemotongan .
2.      Jika kita berhadapan dengan masalah deduktif kemudian, dalam rangka untuk mengambil pernyataan dari premis , ingin dibuat kesimpulan sebagai berikut V dari  dan U. Pertama harus menyimpulkan U dari . Jadi masalah awal terbagi menjadi dua masalah, yaitu:
a.       Dari , untuk menyimpulkan U (dan kemudian menyimpulkan V dengan modus ponens);
b.       Dari , untuk menyimpulkan Z.
Kategori dalam masalah deduktif berturut-turut
Premis
Kesimpulan
1)     
2)     
Tambah formula baru
3)     

Diperoleh:
4)     
5)     
Kesimpulannya adalah (5) C dari premis-premis (1), (2), dan (4). Kemudian, dalam rangka untuk mengambil keuntungan dari premis (1), masalah dibagi lagimenjadi dua masalah baru:
Premis
Kesimpulan
i
ij
i
ij

7) B
6) A
5) C
3.      Aplikasi berulang dari tiga operasi yang khas yang dapat dicirikan oleh skema berikut.
Premis
Kesimpulan
(i)
 
Z
Z

Premis
Kesimpulan
Z
(i)
(ij)
(i)
(ij)
(ijaI)
 
V
U
Z

Premis
Kesimpulan
K
U
V
(ijb)
 
Skema (i), closure schema, mengungkapkan fakta bahwa, jika kesimpulan bertepatan dengan salah satu premis, maka masalah deduksinya sederhana. Skema (IjaI), reduction schema menggunakan taktik atau cara dengan memanfaatkan premis . Taktik yang kita mencoba untuk mengambil itu dapat diamati bahwa taktik ini melibatkan aplikasi dari modus ponens yang tidak diungkapkan oleh skema. Skema (Ijb), reduction schema berusaha membuat kesimpulan .
4.      Sebagai hasil dari pertimbangan di atas heuristik kita sekarang dapat menyatakan persyaratan sebagai berikut (i) - (iij) yang metode yang memadai deduksi formal dapat cukup memenuhi. Pernyataannya meliputi:
(i) Sebuah metode yang memadai deduksi formal harus memungkinkan kita untuk mempertimbangkan masalah deduktif K/Z;
(ij) Ini harus dalam beberapa cara atau tunjangan membuat lainnya untuk masalah deduksi sesuai dengan skema deduksi (ijai) dan (ijb);
(iij) Ini harus dalam beberapa cara menyediakan untuk pemutusan deduksi sukses skema penutupan (i).
5.      Kita sekarang dapat dengan mudah menunjukkan setidaknya satu contoh metode yang memadai deduksi formal ditandai dengan persyaratan di atas (i)-(iij): untuk setiap sequent kita akan menerima sebagai pengurang resmi apapun table deduktif disusun sesuai dengan skema pengurangan (deduksi) (ijaI) dan (ijb) dan menunjukkan setiap pengurangan bawahan akan selesai di bawah skema penutupan (closure schema) (i). Misalnya, table deduktif di atas memberikan dedeuktif formal diusulkan berturut-turut  seperti sudah dijelaskan di contoh di atas.
Kita akan mendirikan sejumlah skema yang memungkinkan pengurangan/reduksi masalah tersebut ke masalah yang lebih sederhana dari jenis yang sama dan, akhirnya, penutupan dari urutan dari pengurangan berikutnya yang akhirnya menghasilkan deduksi yang dituju. Skemata pengurangan akan didasarkan pada prinsip heuristik yang, pada dasarnya, sebuah premis dalam bentuk implikasi  hanya dapat digunakan dalam aplikasi yang sesuai pada modus ponens.
Pendekatan Semantik
Dengan pendekatan semantik, kita juga harus menelaah struktur, hubungan tanda-tanda dengan objek-objek. Contohnya dalam menyelesaikan permasalahan yang sudah digunakan dalam pendekatan deduktif yaitu . Untuk menyelesaikan permasalah tersebut kita harus mengetahui makna dibalik simbol dan notasi tersebut. Penyelesaiannya sebagai berikut:Kalau di dalam buku Formal Methods Benar dinotasikan sebagai 2 dan Salah dinotasikan sebagai 0.
A
B
S
B
S
B
S
B
S
B
S
S
B
B
S
S
B
B
B
S
B
B
B
S
B
B
S
S
S
S
B
B
B
B
B
B
S
S
B
B
B
B
B
S
B
S
B
B
B
B
(i)
 
(ija)
 
(ijb)
 
Menggunakan closure dan reduction schemata untuk melakukan menyelesaikan masalah seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya, sebagai berikut:
Benar
Salah
(1)  
(2)  
(3)  
(4)  
(ija)
 
A
(5)   C
(i)
(ij)
(i)
(ij)

(7) B
(6) A





(i)
 
(iij)
(iv)
(9) C
(iij)
(8) B
(iv)

Kadang-kadang membuktikan untuk mengatakan bahwa w(U) = 2 atau w(U) = 0 sesuai U adalah benar atau salah, dan untuk menunjukkan angka 0 dan 2 sebagai nilai-nilai kebenaran. Menggunakan terminologi ini, kita dapat menyatakan kembali aturan semantik di atas sebagai berikut: (S1) Jika w(U) = 0 atau w(U) = 2, maka w() = 2; jika w(U) = 2 dan w(V) =0, maka w(V)=0.3
Di catatan peraturan ini nilai-nilai kebenaran w(U) dari semua formula U akan ditentukan secara unik untuk setiap atom A, B, C, ... nilai kebenaran yang sewenang-wenang w(A), w(B), w(C). ... (yang harus 0 atau 2) telah ditetapkan; kita akan mengatakan bahwa dengan spesifikasi masing-masing kebenaran ini nilai w penilaian didirikan. [Dalam kebanyakan kasus, kita akan hanya tertarik pada nilai-nilai kebenaran yang diambil oleh rumus di beberapa himpunan berhingga; nilai kebenaran ini hanya tergantung pada nilai yang diberikan kepada banyak atom yang berhingga A, B, ... yang benar-benar terlihat pada formula ini. Nilai-nilai w(A), w(B), ... menentukan valuasi parsial yang memberikan nilai kebenaran yang pasti w(U) hanya untuk mereka rumus U di mana tidak ada atom lain muncul.] Jika U adalah identitas logis, maka haruslah w(U) = 2 untuk setiap penilaian w, dan sebaliknya.
Tabel ini jelas menunjukkan bahwa tidak ada valuasi yang diperlukan dapat ditemukan. Namun, pendekatan yang berbeda untuk masalah valuasi yang dalam banyak hal lebih mudah daripada pendekatan “resmi/formal”
Pendekatan Aksiomatik
Sebagai aksioma kita mengadopsi semua (tak terhingga banyaknya) rumus:
(I)      
(II)   
(III)
Misalnya, rumus berikut adalah aksioma:
karena mereka memiliki struktur yang ditandai dengan (I), sedangkan rumus:
adalah sebuah aksioma karena memiliki struktur yang ditandai dengan (II). Sebagai aturan inferensi kita mengadopsi modus ponens, yang dapat acuh tak acuh diwakili oleh skema inferensi:
                                                                    
(i)                              dan                  (ii)   
Formula-formula yang dapat diperoleh, mulai dari aksioma tertentu, dengan menerapkan lagi dan lagi aturan inferensi, akan dinyatakan sebagai tesis. Dengan kata lain, konsep tesis ditandai dengan ketentuan sebagai berikut:
(T1) Setiap aksioma adalah tesis;
(T2) Jika kedua U dan  adalah tesis, maka V juga tesis;
(T3) Tidak ada yang tesis, kecuali pada kekuatan (Tl) dan (T2).
Seperti (F3), (T3) dapat dinyatakan lebih tepat, tapi kami tidak akan tinggal di titik ini.




DAFTAR PUSTAKA
Beth, E.W. 1962. Formal Methods. Holand: D. Reidel Publishing Company
Ernest, Paul. 2004. The Philosophy of Mathematics Education. Taylor & Francis Group
Prabawanto, Sufyani. 2012. Pembelajaran Matematika untuk Siswa Kelas Kelas Awal Sekolah Dasar: Dari Matematika Informal Ke Matematika FormalPengantar Filsafat Barat. Bandung : file.upi.edu
Purwadi. 2006. Jejak Para Wali dan Ziarah Spiritual. Jakarta : Kompas
Zohar, Danah; Marshall, Ian. 2000. SQ:Kecerdasan Spiritual. Bandung : Mizan