Minggu, 20 Maret 2016

Refleksi 3

STRUKTUR ONTOLOGIS
Hermenitika

Struktur Hermenitika dari Matematika Model artinya dari struktur filsafatnya. Struktur itu adalah mencari unsur ontologisnya atau filsafat unsur ontologis. Di dalam matematika yang disebut unsur ontologis yaitu dari unsur yang tak terdefinisikan menjadi unsur yang terdefinisikan. Kalau dalam bidang biologi, unsur ontologisnya atau unsur dasarnya adalah unsur DNA nya. Kalau dalam bidang psikologi, unsur ontologisnya adalah satuan unit pemahamannya apa. Dalam bidang fisika, unsur dasarnya adalah atom. Sedangkan dalam statistik, unsur ontologisnya adalah unit peristiwanya apa. Unsur ontologis dalam filsafat itu objeknya, objek filsafat. Objek filsafat adalah ada dan yang mungkin ada. Unsur dasar merupakan unsur primitif yang sudah tidak bisa digaji lebih jauh lagi.
Objek filsafat yang “ada” meliputi semuanya, yang dapat dipikirkan oleh manusia. Untuk mempelajari filsafat ilmu, kita harus mempelajari filsafat terlebih dahulu baru mempelajari imu kemudian filsafat ilmunya. Sedangkan untuk mempelajari filsafat matematika, kita harus mempelajari filsafat kemudian mempelajari matematika baru kemudian mempelajari filsafat matematika. Jadi yang paling tinggi kedudukannya adalah yang ada di dalam pikiran kita, dan yang lebih tinggi dari ini adalah yang ada di dalam hati kita untuk mempelajari dan meyakini agama (spiritual).
Objek filsafat yang “ada” terbagi menjadi dua yaitu ada yang tetap dan ada yang berubah. Ada yan tetap yaitu sesuatu yang ada di pikiran kita atau yang dinalar, sedangkan ada yang berubah yaitu sesuatu yang di luar pikiran kita atau yang dialami oleh kita (pengalaman kita). Contohnya dalam masakan, resep makanan itu tetap karena resep makanan ada di dalam pikiran kita, yang berubah adalah hasil akhir masakannya (sudah diterapkan) karena hasil dari apa yang kita masakan di luar pikiran kita, pasti kita akan menambah sesuatu bahan yang dianggap kita kurang. Sesuatu yang di luar pikiran kita yang menjadi menjadi objek yang real (nyata), melahirkan sebuah kaum yang disebut kaum Realisme. Salah satu tokohnya adalah Aristoteles. Aristoteles membicarakan apa yang ada sesuai dengan kenyataan. Sedangkan kaum yang meyakini tentang nalar atau rasio disebut Rasionalisme, salah satu tokohnya adalah Plato. Dalam bukunya Prof Marsigit yang berjudul Filsafat Matematika, menyatakan bahwa pandangan kaum rasionalis, sumber dan dasar pengetahuan adalah akal (reason). Kalangan rasionalis menyatakan bahwa akal itu universal dalam semua manusia, dan pemikiran (akal yang aktif) merupakan elemen penting manusia. Pemikiran merupakan satu-satunya instrumen kepastian pengetahuan, dan akal merupakan satu-satunya jalan untuk menentukan kebenaran atau kesalahan dalam ilmu pengetahuan. Akal dipahami oleh kaum rasionalis sebagai perantara khusus, yang menyatakan bahwa dengan adanya akal kebenaran dapat dikenal dan ditemukan. Oleh karena itu, kunci kunci kevalidan dari ilmu pengetahuan bagi kaum rasionalis adalah akal atau pikiran.
Filsafat itu tergantung dari karakter apa yang ada, objek yang ada di pikirannya. Nenek moyang filsafat itu, dari yang tetap dan yang berubah. Yang tetap adalah permenides, dan yang berubah adalah heraclitos. Kaum yang menggunakan logika dalam berpikir dan bertindak disebut kaum logism. Sedangkan pikiran itu bersifat itu analitik, contoh dari analitik adalah afektif yang bersifat apriori karena besifat tetap, yang dimaksud tetap di sini adalah konsisten. Maka kebenarannya menjadi koheren, dan filsafatnya disebut koherenism. Kebenaran dari kaum realisme adalah cocok atau korespondensi, cocok dengan persepsi yang menjadikan munculnya sebuah filsafat kaum korespondensm. Benar itu relatif tergantung dengan pandangan orang yang melihatnya.
Konsep untuk matematika murni hanya benar jika masih di dalam pikiran kita saja dan akan menjadi salah jika konsep yang ada di dalam pikiran kita dituliskan dan diterapkan. Contoh angka “2” jika masih ada di dalam pikiran kita maka benar, karena sesuai dengan apa yang dia pikirkan. Tetapi  ketika dituliskan, 2 tidak sama dengan 2, karena 2 dikiri dan dikanan berbeda, bisa berbeda bentuknya, warnanya atau pun yang lainnya.
Menurut yang saya baca dari buku yang berjudul Filsafat Matematika, pengarang Prof Marsigit, Ilham Rizkianto dan Nila Mareta Murdiyani, ada perbedaan yang mendasar dari kaum rasionalis dan empiris, perbedaan itu terletak dalam menyatakan nilai kebenarannya. Kebenaran ilmu pengetahuan menurut kaum rasionalis bukan saja diperoleh dari akal manusia saja, melainkan pengetahuan tersebut hasrus mendapat pengesahan atau pengwajaran terlebih dahulu dari akal. Sedangkan kebenaran ilmu pengetahuan menurut kaum empiris, kebenaran ilmu pengetahuan diperoleh dari pengalaman dari panca indera dan pengetahuan itu harus disahkan pula melalui panca indera. Beberapa tokoh kaum rasionalis seperti Plato, Leibniz, Rene Descartes, dan lain-lain. Sedangkan beberapa tokoh kaum empiris yaitu Aristoteles, John Stuart Mill, John Locke, David Huke dan lain-lain.
Karena perbedaan menentukan nilai kebenaran suatu pengetahuan yang saling bertolak belakang ini, kaum rasionalis dan empiris selama berabad-abad mereka bertengkah menentukan siapa yang paling benar. Oleh karena itu untuk mengatasi masalah tersebut munculah tokoh pendamai yang mempunyai solusi yaitu Immanuel kant. Immanuel Kant berkata, “Hai Descartes, kamu itu siapa mendewakan rasio tapi mengabaikan pengalaman, Begitu juga ke David Huke, hai Huke, kamu itu siapa mendewa-dewakan pengalaman tapi mengabaikan rasio. Dari pertengkaran tersebut, Immanuel Kant menengahi akhirnya menggabungkan kedua-duanya yaitu apriori dan sintetik. Maka sebenar-benarnya ilmu, menurut imanuel kant ialah sintetik apriori.
Menurut Immanuel Kant, konsep matematika diperoleh berdasarkan hukum kontradiksi. Akal budi dapat memperoleh pemahaman sintetik hanya melalui hukum kontradiksi yaitu dengan cara mensistesiskan beberapa konsep yang ada. Jika matematika dikembangkan hanya dengan menggunakan metode analitik maka tidak akan dihasilkan konsep baru,  dan menyebabkan matematika bersifat sebagai ilmu fiksi. Selain itu matematika tidak dikembangkan hanya dengan konsep aposteriori sebab jika demikian maka matematika akan bersifat empiris. Oleh karena itu, data-data empiris yang diperleh dari pengalaman penginderaan diperlukan untuk menggali konsep-konsep matematika yang bersifat apriori. Pemahaman konsep matematika tergantung dari pemahaman kita tentang ruang dan waktu sebagai struktur intuisi yang bersifat formal dan a priori. Konsep dan keputusan matematika yang bersifat sintetik apriori menyebabkan ilmu pengetahuan alam pun menjadi tergantung pada matematika dalam menjelaskan dan memprediksi fenomena alam.
Matematika yang bersifat sintetik apriori dapat dikonstruksi melalui tiga tahap intuisi, yaitu intuisi penginderaan, intuisi akal, dan intuisi budi. Intuisi penginderaan terkait dengan objek matematika yang dapat diserap sebagai unsur aposteriori. Intuisi akal mensintesiskan hasil intuisi penginderaan ke dalam intuisi ruang dan waktu. Dengan intuisi budi kita dihadapkan putusan-putusan argumentasi matematika. Kant mengakui bahwa selamanya kita tidak akan pernah bisa mengungkap hakekat noumena dibalik phenomena nya. Oleh karena itu, Kant memberi solusi bahwa konsep matematika pertama-tama diperoleh secara apriori dari pengalaman dengan intuisi penginderaan, tetapi konsep yang diperoleh tidaklah bersifat empiris melainkan bersifat murni. Proses demikian merupakan langkah pertama yang harus dilakukan dalam penalaran matematika. Proses berikutnya adalah proses sintetik intuisi akal yang memungkinkan mengkonstruksi konsep matematika yang bersifat sintetik dalam ruang dan waktu. Sebelum diambil putusan-putusan dengan intuisi budi terlebih dahulu objek-objek matematika dalam bentuk form disintesiskan ke dalam categories sebagai kuantitas, kualitas, relasi, dan modalitas. Dengan demikian maka intuisi murni menjadi landasan bagi matematika dan kebenaran matematika bersifat apodiktik (prosedur pembuktiannya jelas). Pemahaman matematika secara transenden melalui intuisi murni dalam ruang dan waktu inilah yang menyebabkan matematika mungkin sebagai ilmu.
Aguste comte mengusulkan untuk membangun dunia dengan pikirannya. Auguste Comte berbicara pada Immanuel Kant, Hai Kant kalau kau mau bangun dunia mau pilih yang mana, agama, filsafat, atau metode saintifik/ilmiah”, akan tetapi Kant tidak bisa menjawabnya. Kemudian Aguste Comte menjawab sendiri didalam bukunya, jawaban atas pertanyaan yang diajukannya kepada Kant adalah saintifik. Menurut Aguste Comte, agama tidak logis, jadi tidak bisa dipakai untuk dasar membangun dunia, dan filsafat masih bisa digunakan. Menurutnya untuk membangun dunia maka gunakan saintifik. Seperti halnya kurikulum Indonesia saat ini yang menggunakan metode saintifik ,maka secara tidak langsung dia mengikuti Aguste Comte. Akibat dari metode saintifik ini, agama menjadi terpinggirkan atau termarginalkan. Baik kehidupan sehari-hari (dunia nyata) maupun dunia maya ketika kita membuka internet, bukan spiritualisme yang muncul tapi hedonisme, sebagai contohnya adalah banyaknya kasus penculikan, pembunuhan, perempuan yang menjadi laki-laki atau sebaliknya, perkawinan sejenis. Struktur Indonesia yang paling dasar itu material, formal, normatif dan diatasnya ada spiritual. Akan tetapi, struktur Indonesia sudah membentuk struktur kekinian. Struktur kekinian yaitu archic, tribal, ferdal, modern, post modern, post-post modern (powernow). Pilar-pilarnya adalah kapitalism, pragmatism, hedonism, materialism dan liberalism. Ketika kita dalam kehidupan sehari-hari, kegiatan kita hanya bangun tidur kemudian berangkat ke kampus, pulang, terus tidur lagi maka kita sudah termasuk pilar-pilar tersebut.
Ujung tombak kapitalism ialah ICT, pendidikan, budaya, ekonomi, sosial, dan politik. Ujung tombaknya menguasai dunia ialah itu semua. Kita akan merasa tertinggal jika kita ketinggalan teknologi. Menurut saya, mengikuti perkembangan teknologi juga penting. Akan tetapi, kita harus memilah-milah jenis teknologi yang akan kita gunakan. Apakah teknologi itu membawa kebermanfaatan untuk kita atau tidak. Bukan hanya kebermanfaatannya saja yang harus kita lihat akan tetapi karena kita memiliki agama kita juga harus menggunakan teknologi tersebut sesuai dengan ajaran yang kita yakini, jangan sampai kita memanfaatkan teknologi untuk suatu hal yang melanggar ajaran yang kita yakini. Dan yang perlu kita garis bawahi disini adalah kita sudah mengenal jati diri kita sendiri, sehingga kita tidak akan terpengaruh oleh orang lain yang menginginkan kita terjerumus dan terpuruk. Jika kita sudah bisa mengenal diri sendiri, maka kita akan dengan mudah mengenal orang lain kemudian akan memperlakukan mereka sesuai dengan kodratnya sebagai manusia, “memanusiakan manusia”.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar